Juru bicara Perdana Menteri Irak mengumumkan penangguhan kesepakatan pembelian senjata senilai 4,2 miliar dolar antara Irak dengan Rusia.
KAIRO —
Juru bicara Perdana Menteri Maliki, Ali Moussawi, mengatakan kepada saluran televisi pemerintah Irak, Perdana Menteri Maliki memutuskan akan mengkaji lagi kesepakatan pembelian senjata dengan Rusia itu, setelah mengetahui adanya dugaan penyuapan dan korupsi.
Ia mengatakan, komisi parlemen Irak sedang menyelidiki kesepakatan itu, yang menunjukkan adanya korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat Rusia dan Irak. Karena alasan itu, ia mengatakan, Perdana Menteri Maliki memutuskan akan merundungkan lagi perjanjian itu dengan Rusia, termasuk jenis, harga, dan jumlah senjata.
Anggota parlemen Sabah al-Saadi mengatakan kepada wartawan sejumlah besar dana mungkin telah dikorupsi dari perjanjian bernilai 4,2 miliar dolar itu.
Ia mengatakan tidak satupun rincian kesepakatan itu dibeberkan secara resmi, namun jumlah yang dikorupsi dari perjanjian pembelian senjata itu mungkin mencapai 190.000 dolar. Ia menambahkan skandal ini dan skandal-skandal lainnya bisa mengakibatkan mundurnya pemerintah, karena Perdana Menteri Maliki sendiri menandatangani kesepakatan itu dan mungkin tahu apa yang terjadi.
Di Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin memecat menteri pertahanan dan panglima angkatan bersenjata minggu lalu atas tuduhan tindak korupsi.
Penjabat Menteri Pertahanan Irak Sa’adoun al Duleimi mengatakan dalam koferensi pers di Baghdad hari Sabtu bahwa musuh-musuh Perdana Menteri Maliki berusaha menggagalkan perjanjian pembelian senjata dengan Rusia karena mereka menginginkan negara itu tetap lemah.
Ia mengatakan Irak sepakat membeli sebagian senjatanya dari Rusia, sehingga tidak bisa didikte oleh negara manapun. Namun, ia mengatakan, sebagian politisi Irak menginginkan militer Irak kuat karena mereka punya milisi sendiri yang lebih kuat daripada pemerintah. Ia juga menuduh mereka punya hubungan dengan negara-negara asing.
Duleimi, yang ikut dalam delegasi Irak yang menyepakati pembelian senjata itu di Moskow, bersitegas, tidak ada korupsi, karena “belum ada pembayaran dan penandatanganan kontrak.”
Surat kabar Arab Asharqalawasat memberitakan hari Sabtu, kepala Komisi Integritas Parlemen Irak mengirim memo kepada Perdana Menteri Maliki, meminta agar kesepakatan pembelian senjata itu dibatalkan. Ia bersitegas, Perdana Menteri Maliki tidak punya kewenangan untuk menyepakati pembelian seperti itu tanpa persetujuan parlemen, dan laporan penyuapan perlu diselidiki.
Kepala bank sentral Irak, Sinan Shabibi, yang baru-baru ini melarikan diri dari negara itu di tengah tuduhan penggelapan uang, juga sedang diselidiki parlemen.
Ia mengatakan, komisi parlemen Irak sedang menyelidiki kesepakatan itu, yang menunjukkan adanya korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat Rusia dan Irak. Karena alasan itu, ia mengatakan, Perdana Menteri Maliki memutuskan akan merundungkan lagi perjanjian itu dengan Rusia, termasuk jenis, harga, dan jumlah senjata.
Anggota parlemen Sabah al-Saadi mengatakan kepada wartawan sejumlah besar dana mungkin telah dikorupsi dari perjanjian bernilai 4,2 miliar dolar itu.
Ia mengatakan tidak satupun rincian kesepakatan itu dibeberkan secara resmi, namun jumlah yang dikorupsi dari perjanjian pembelian senjata itu mungkin mencapai 190.000 dolar. Ia menambahkan skandal ini dan skandal-skandal lainnya bisa mengakibatkan mundurnya pemerintah, karena Perdana Menteri Maliki sendiri menandatangani kesepakatan itu dan mungkin tahu apa yang terjadi.
Di Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin memecat menteri pertahanan dan panglima angkatan bersenjata minggu lalu atas tuduhan tindak korupsi.
Penjabat Menteri Pertahanan Irak Sa’adoun al Duleimi mengatakan dalam koferensi pers di Baghdad hari Sabtu bahwa musuh-musuh Perdana Menteri Maliki berusaha menggagalkan perjanjian pembelian senjata dengan Rusia karena mereka menginginkan negara itu tetap lemah.
Ia mengatakan Irak sepakat membeli sebagian senjatanya dari Rusia, sehingga tidak bisa didikte oleh negara manapun. Namun, ia mengatakan, sebagian politisi Irak menginginkan militer Irak kuat karena mereka punya milisi sendiri yang lebih kuat daripada pemerintah. Ia juga menuduh mereka punya hubungan dengan negara-negara asing.
Duleimi, yang ikut dalam delegasi Irak yang menyepakati pembelian senjata itu di Moskow, bersitegas, tidak ada korupsi, karena “belum ada pembayaran dan penandatanganan kontrak.”
Surat kabar Arab Asharqalawasat memberitakan hari Sabtu, kepala Komisi Integritas Parlemen Irak mengirim memo kepada Perdana Menteri Maliki, meminta agar kesepakatan pembelian senjata itu dibatalkan. Ia bersitegas, Perdana Menteri Maliki tidak punya kewenangan untuk menyepakati pembelian seperti itu tanpa persetujuan parlemen, dan laporan penyuapan perlu diselidiki.
Kepala bank sentral Irak, Sinan Shabibi, yang baru-baru ini melarikan diri dari negara itu di tengah tuduhan penggelapan uang, juga sedang diselidiki parlemen.