Iran Gelar Latihan Perang di Tengah Ketegangan dengan Israel, Kembalinya Trump

Panglima Korps Garda Revolusi Islam, Mayor Jenderal Hossein Salami dan komandan Pasukan Dirgantara IRGC, Amir Ali Hajizadeh, terlihat di lokasi yang dirahasiakan di Iran dalam foto yang diperoleh pada 11 Januari 2025. (Foto: IRGC/WANA (West Asia News Agency via Reuters)

Dalam latihan tersebut, pasukan Garda Revolusi Iran berlatih mempertahankan instalasi nuklir utama di Natanz dari serangan yang menggunakan tiruan rudal dan drone.

Iran mengadakan latihan pertahanan udara pada Sabtu (11/1), media pemerintah melaporkan. Latihan itu digelar ketika Iran bersiap menghadapi potensi lebih banyak gesekan dengan musuh bebuyutannya, Israel dan Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Donald Trump.

Latihan perang tersebut juga diadakan ketika para pemimpin Iran menghadapi risiko bahwa Trump akan memberikan dukungan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyerang situs nuklir Iran, sekaligus memperketat sanksi Amerika terhadap industri minyak Iran melalui kebijakan “tekanan maksimum”.

"Dalam latihan ini...sistem pertahanan akan berlatih melawan ancaman perang udara, rudal dan elektronik dalam kondisi medan perang nyata...untuk melindungi langit negara dan daerah sensitif dan vital," kata televisi pemerintah Iran.

BACA JUGA: Sumber: Barat Ingatkan Suriah Soal Keberadaan Jihadis Asing di Dalam Tubuh Militer

Latihan pada Sabtu itu merupakan bagian dari latihan yang berlangsung selama dua bulan yang diluncurkan pada 4 Januari. Menurut media pemerintah, dalam latihan tersebut pasukan elit Garda Revolusi berlatih mempertahankan instalasi nuklir utama di Natanz dari serangan tiruan rudal dan drone.

Militer Iran mengatakan mereka menggunakan drone dan rudal baru dalam latihan tersebut dan merilis rekaman “kota rudal” bawah tanah baru yang sedang dikunjungi oleh Panglima Garda Mayor Jenderal Hossein Salami.

Iran baru-baru ini mengalami pukulan di Lebanon setelah serangan Israel terhadap Hizbullah yang didukung Iran dan penggulingan Presiden Bashar Al-Assad di Suriah bulan lalu.

Namun Salami memperingatkan, dalam pidatonya yang disiarkan oleh TV pemerintah tentang “rasa senang yang palsu” di kalangan musuh-musuh Iran, dengan mengatakan bahwa Iran dan khususnya kekuatan rudalnya lebih kuat dari sebelumnya.

BACA JUGA: Cek Fakta: Khamenei Sangkal Adanya Faksi Militer Proksi Iran, Benarkah?

Meskipun para pejabat Iran menganggap enteng kemunduran Iran, seorang jenderal Iran, Behrouz Esbati, yang dilaporkan berbasis di Suriah, mengatakan dalam pidatonya yang beredar di media sosial bahwa Iran mengalami “kekalahan besar” di Suriah.

Reuters tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut.

Pada 2018, Trump menarik Amerika dari perjanjian nuklir yang dibuat oleh pendahulunya Barack Obama pada 2015. Menurut perjanjian itu. Iran setuju untuk membatasi pengayaan uranium, yang dapat menghasilkan bahan untuk senjata nuklir, dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi Amerika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). [ft]