Iran Tolak Tudingan Inggris soal Pasukan Garda Revolusioner sebagai Ancaman Keamanan

Pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) melakukan parade di Teheran (foto: dok).

Iran hari Senin (7/8) menolak klaim Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman yang menyebut Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) sebagai ancaman terbesar terhadap keamanan nasional negara itu.

Media mengutip pernyataan Braverman hari Minggu (6/8) yang mengatakan merujuk beberapa laporan intelijen, Inggris khawatir IRGC akan meningkatkan aktivitasnya di luar negeri.

Tetapi juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani mengatakan IRGC justru berkontribusi pada stabilitas dan perdamaian di kawasan, dan menambahkan bahwa Inggris tidak berhak menyampaikan tudingan semacam itu.

Kanaani mengatakan, “Pemerintah Inggris Inggris tidak dapat mengabaikan peran Korps Garda Revolusi Islam dalam mempromosikan perdamaian, stabilitas dan keamanan di kawasan ini, dan upaya efektifnya dalam menghadapi dan memberantas kelompok-kelompok teroris. Tidak mungkin berada dalam posisi untuk membuat tuduhan yang tidak berdasar terhadap IRGC.”

BACA JUGA: Uni Eropa Jatuhkan Sanksi terhadap Unit Investasi Garda Revolusi Iran

Korps Garda Revolusi Islam, yang pasukan ekspedisinya beroperasi di seluruh Timur Tengah dan membantu kelompok-kelompok militan yang bersekutu dengan Iran – seperti Hizbullah Lebanon dan kelompok Hamas Palestina – dianggap sebagai badan militer dan keamanan paling kuat di Iran.

Inggris tahun lalu menjatuhkan sanksi terhadap beberapa komandan pasukan IRGC sebagai tanggapan atas tindakan keras pada para pengunjuk rasa anti-pemerintah.

Kanaani juga mengkritik rencana Amerika untuk menempatkan personil bersenjata di kapal-kapal komersial yang melintasi Selat Hormuz.

Beberapa pejabat Amerika minggu lalu mengatakan kepada Associated Press, militer Amerika sedang mempertimbangkan keputusan tersebut dalam sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menghentikan Iran menyita dan mengganggu kapal-kapal sipil.

Iran sejak tahun 2019 telah menyita sejumlah kapal yang melintasi Selat Hormuz, yang terletak di mulut Teluk Persia, sebagai bagian untuk menekan Barat terkait perundingan soal perjanjian nuklir dengan negara-negara adidaya. [em/jm]