ISIS Pusatkan Filipina Sebagai Sentra Komando Asia Tenggara 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli mengungkapkan penangkapan 11 terduga yang masuk dalam jaringan Bahrun Naim Rabu 15 Desember 2016 di Mabes Polri. (Foto: VOA/Andylala)

Pengamat teroris Al Chaidar mengatakan, penangkapan terduga teroris jaringan Bahrun Naim belakangan ini tidak menjamin Indonesia bebas dari aksi teror di kemudian hari.

Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri telah menangkap 11 orang terduga teroris jaringan Bahrun Naim, seorang anggota militan Negara Islam (ISIS) asal Indonesia yang berada di Suriah. Kesebelas orang ini berencana melakukan serangan teroris ke Istana Kepresidenan Jakarta.

Pengamat terorisme Al Chaidar kepada VOA, Jumat (16/12) menjelaskan, tiga tokoh ISIS asal Indonesia yang bermukim di Suriah mempunyai peran dan tugas berbeda. Namun perencanaan dan aksi teror di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, diserahkan kepada Bahrun Naim. Al Chaidar yang juga dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh itu menambahkan, ISIS wilayah Asia Tenggara, dipusatkan di Filipina.

"Untuk menangani Indonesia itu diserahkan ke Bahrun Naim. Kalau Bahrumsyah itu lebih menangani pelatihan-pelatihan militer yang ada di Suriah untuk orang-orang Indonesia yang ada disana. Abu Walid lebih kepada untuk mempersiapkan logistik. Jadi Bahrun Naim menangani secara umum jaringan ISIS di Asia Tenggara yang dipusatkan di Filipina," kata Al Chaidar.

Sementara itu, pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib kepada VOA mengatakan, masih belum ada kesepakatan mutlak dari kelompok militan di Indonesia seputar basis ISIS Asia Tenggara di Filipina.

"Kalau ada sayap di Filipina, itu semata-mata untuk menarik resources mereka. Resources itu uang untuk yang di Filipina. Tetapi untuk di grassroot di Indonesia masih menjadi diskursus yang belum selesai," kata Ridwan.

Your browser doesn’t support HTML5

ISIS Pusatkan Filipina Sebagai Sentra Komando Asia Tenggara

Untuk wilayah Asia Tenggara khususnya Indonesia, Ridwan menjelaskan ISIS nampaknya sengaja membuat tiga jalur komando yang terpisah antara Bahrun Naim, Bahrumsyah dan Abu Walid.

"Ini adalah bagian dari strategi ISIS untuk sistem kompartemen tadi. Sehingga kalau ada satu sel yang digulung oleh aparat, mereka masih bisa melakukan serangan dengan sel yang lain," lanjutnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Rabu (12/14) mengungkapkan terduga teroris yang ditangkap di Bekasi, Solo dan beberapa kota lainnya itu adalah bagian dari kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang menerima perintah langsung dari Bahrun Naim.

"Setidaknya ada sebelas orang yang sudah diamankan yang teridentifikasi dari satu jaringan, di mana sel-sel baru ini merupakan sel dari Bahrun Naim. Beberapa tokoh yang tergabung dalam Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang berada di Suriah antara lain Bahrun Naim, Bahrumsyah lalu Abu Walid alias Syafiuddin. Informasi terakhir mereka mendapat tugas di Asia Tenggara yang berbasiskan di Filipina Selatan," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli.

Lebih lanjut Al Chaidar mengatakan, penangkapan terduga teroris jaringan Bahrun Naim ini tidak menjamin Indonesia bebas dari aksi teror di kemudian hari.

"Memang ada beberapa operasi yang tetap mereka pertahankan secara konstan. Dan menjadi agenda tetap mereka lakukan setiap tahunnya seperti di bulan Desember dan bulan tertentu yang banyak perayaan-perayaan yang bisa menjadi target. Apalagi nanti ada keseragaman jadwal di seluruh dunia, di mana mereka sudah menjadwalkan serangan tertentu hampir setiap bulan," lanjut Al Chaidar.

Kesebelas terduga teroris jaringan Bahrun Naim yang ditangkap tim Densus 88 pada 10-15 Desember 2016 adalah:

• M. Nur Solikhin (26 tahun) berperan sebagai pemimpin jaringan, perekrutan dan penerima transfer dana dari Bahrun Naim.

• Agus Supriyadi (AS) alias Agus bin Panut Harjo Sudarmo (36 tahun) berperan menyewa mobil untuk mengantar bom ke Bekasi, bersama Solikhin menerima bom dari Suyanto di Karanganyar dan mengantarkannya ke Bekasi. Bersama Solikhin ia ditangkap di jalan layang Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat.

• Dian Yulia Novi alias Ayatul Nissa binti Asnawi (27 tahun), merupakan ibu rumah tangga. Ia diproyeksikan sebagai calon pengantin aksi bom bunuh diri, direkrut oleh Solikhin. Dian ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Bintara Jaya 8 Bekasi.

• Suyanto (40 tahun) alias Abu Iza alias Abu Daroini bin Harjo Suwito ditangkap di daerah Sabrang Kulon Matesih, Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Suyanto yang bekerja sebagai petani ini berperan menyediakan rumahnya menjadi tempat untuk merakit bom, mengantar bom tersebut dari rumahnya ke pom bensin dekat waduk di Karanganyar untuk diserahkan ke Solikhin dan Agus.

• Khafid Fatoni (KF) alias Toni bin Rifai (22 tahun) mahasiswa, berperan membuat bahan peledak TATP di rumahnya di Ngawi berdasarkan panduan dari Bahrun Naim melalui komunikasi internet dan merakit bom bersama Solikhin di rumah Suyanto. Khafid ditangkap di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

• Arinda Putri Maharani alias Arinda binti Winarso (25 tahun) merupakan ibu rumah tangga, yang berperan mengetahui rencana pembuatan bom dan menerima dana untuk membuat bom.

• Wawan Prasetyawan alias Abu Umar bin Sakiman (24 tahun) sebagai buruh bangunan. Wawan berperan menyimpan bahan peledak atas perintah Solikhin.

• Imam Syafii (33 tahun) yang terindikasi sebagai pelaku teror di toko Alfamart Solo pada 5 November dan teror di Candi Resto Solo Baru pada 3 Desember 2016

• Sumarno (44 tahun) ditangkap di Klaten.

• Sunarto (30 tahun) dari Karanganyar, Jawa Tengah. Keterlibatannya diduga sebagai pelaku teror di Candi Resto, Solo Baru.

• TS alias UA ditangkap di rumah kontrakan Jalan Padasuka, Babakan Jawa RT 03 RW 10 Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Ibu rumah tangga ini diduga terlibat memberikan motivasi kepada terduga teroris lainnya yaitu Dian untuk berjihad. TS juga memiliki andil mempertemukan DYN dengan Solikhin. [aw/uh]