Pasukan Israel pada Jumat (31/5) menyerang target-target di berbagai penjuru Jalur Gaza. Para saksi mata melaporkan serangan udara di sekitar Rafah, kota di bagian selatan, yang menjadi fokus terbaru dalam perang selama hampir delapan bulan ini.
Israel melancarkan serangan militernya ke Rafah pada awal Mei meski ada keberatan dari komunitas internasional terkait keselamatan warga sipil yang berlindung di kota di perbatasan Gaza dengan Mesir itu.
Serangan yang memicu kebakaran dan menewaskan puluhan orang di kamp pengungsi pada akhir pekan lalu telah menuai gelombang kecaman baru.
Para saksi mata pada Jumat mengatakan, serangan Israel menghantam Rafah selain Nuseirat di Gaza Tengah. Sementara itu seorang koresponden kantor berita AFP melaporkan bombardemen sengit di bagian utara Gaza.
Serangan terhadap dua lokasi terpisah menewaskan 11 orang semalam, kata sumber-sumber medis di sebuah rumah sakit di Deir al-balah dan di kamp pengungsi Nuseirat.
BACA JUGA: Media Mesir: Israel Gunakan Klaim Terowongan untuk “Membenarkan” Serangan ke RafahMiliter Israel mengatakan pasukannya “melanjutkan … aktivitas operasional” di Rafah, dan menemukan peluncur roket, senjata dan “lubang terowongan” di pusat kota.
Serangan udara “menargetkan dan menewaskan” seorang militan di daerah itu, lanjut militer Israel.
Di Gaza Tengah, serangan udara lebih lanjut “melenyapkan beberapa teroris yang beroperasi di dekat” tentara, kata militer tanpa merincinya.
Israel, yang berulang kali berjanji akan menghancurkan Hamas setelah kelompok militan Palestina itu menyerang Israel Selatan pada 7 Oktober, mengatakan pada Rabu (29/5) lalu bahwa pasukannya telah merebut koridor Philadelphi sepanjang 14 kilometer di perbatasan Gaza-Mesir. Israel menuduh senjata diselundupkan dari tempat itu.
Mesir, mediator lama dalam konflik tersebut, belum berkomentar resmi mengenai Pengambilalihan oleh Israel itu. Para pejabat sebelumnya mengatakan tindakan itu dapat melanggar perjanjian perdamaian kedua negara pada 1979.
Di tengah-tengah kebuntuan upaya diplomatik untuk gencatan senjata, Hamas mengatakan telah memberitahu para mediator bahwa pihaknya hanya akan menyetujui perjanjian gencatan senjata yang “komprehensif” termasuk pertukaran sandera dengan tahanan jika Israel menghentikan “agresinya.”
Pada Kamis (30/5), Israel mengatakan pasukannya menewaskan sekitar 300 militan Palestina di Rafah sejak meluncurkan operasi militernya di kota itu.
Warga sipil tampak melarikan diri dari Rafah, dengan memanggul harta benda mereka, di mobil atau gerobak yang ditarik keledai.
BACA JUGA: Israel Sebut Pihaknya telah Merebut Koridor Gaza-MesirBantuan di laut
Sebelum ofensif di Rafah dimulai, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan hingga 1,4 juta orang berlindung di kota itu. Sejak itu, satu juta orang telah melarikan diri dari area itu, kata badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina, UNRWA.
PBB telah memperingatkan tentang bencana kelaparan yang segera terjadi di Gaza.
Direbutnya pos penyeberangan Rafah oleh Israel semakin memperlambat pengiriman bantuan sporadis untuk 2,4 juta orang di Gaza dan praktis menutup pintu keluar utama wilayah tersebut.
Namun, Israel mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa pengiriman bantuan telah ditingkatkan, termasuk melalui pos penyeberangannya, Kerem Shalom, ke Gaza.
Siprus, anggota di wilayah paling timur Uni Eropa, mengatakan, bantuan kemanusiaan yang dikirim untuk Gaza tertahan di lepas pantai negara itu, setelah dermaga yang dibangun AS rusak akibat cuaca buruk.
Dalam wawancara dengan saluran media Prancis, LCI, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengesampingkan tuduhan “fitnah anti-Semit” bahwa Israel sengaja menargetkan dan membuat lapar warga sipil Gaza.
Netanyahu, yang kerap berbicara kepada media asing selama perang telapi lebih banyak menghindari wawancara dengan media Israel, mengatakan, rasio militan dan warga sipil yang tewas sejauh ini dalam ofensif Israel ada “di tingkat terendah yang pernah kami lihat dalam perang di perkotaan.”
Ratusan demonstran berunjuk rasa pada Kamis (30/5) malam di luar kantor badan penyiaran swasta TF1, perusahaan induk LCI, di pinggiran barat Paris, untuk memprotes badan penyiaran tersebut.
Sambil mengenakan skarf kafiyeh hitam putih dan melambaikan bendera Palestina, para demonstran berseru, “Gaza, Paris bersama Anda.” [uh/lt]