Peristiwa itu terjadi Rabu (30/7) pagi di perkampungan pengungsi Jabaliya di Gaza utara. Sekolah tersebut termasuk satu dari 85 tempat yang dipergunakan Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina menampung warga yang mencari perlindungan karena terusir dari rumah mereka akibat pertempuran yang sudah lebih dari tiga minggu. PBB menjelaskan sekarang tercatat lebih dari 200 ribu orang yang berlindung di penampungan itu.
Seorang warga Palestina Abdel Karim al Masamha menceritakan, "Orang-orang menjadi syuhada di depan mata kami, tubuh mereka tercabik-cabik. Lima orang termasuk seorang perempuan tewas di ruang kelas ini. Kami datang (berlindung) kemari dari daerah sasaran (perang), sebab di sana tidak aman. (Tapi) Di sini pun kami tidak menemukan keselamatan. Tidak ada tempat yang aman di Gaza."
Keadaan di sana sepenuhnya kacau-balau. Bangku dan kursi sekolah berserakan di halaman sekolah. Di sebagian ruang kelas ada selimut menunjukkan orang tidur di situ. Satu ruang kelas yang terkena tembakan dan di mana sebagian besar korban tewas sepenuhnya musnah dan dindingnya rubuh.
Warga yang berada di sana untuk berlindung terkejut. Sebagian mengatakan, orang mengungsi dari rumah mereka ke sekolah tersebut karena ancaman serangan. Sekarang mereka mengatakan, jika di sekolah PBB pun mereka tidak aman, mereka lebih baik pulang saja dan mati di rumah sendiri.
Penembakan terhadap sekolah itu adalah bagian lanjutan dari gempuran udara dan tank Israel yang menewaskan sedikitnya 32 orang hari Rabu.
Pejabat-pejabat Palestina mengatakan lebih dari 1.200 orang telah tewas, sebagian besar adalah penduduk sipil, sejak konflik dimulai tanggal 8 Juli lalu. Sedang di pihak Israel, 53 tentara dan 3 penduduk sipil tewas.
Komandan militer Hamas, Mohammed Deif mengatakan lewat pesan audio hari Selasa (29/7) bahwa Palestina tidak akan menerima gencatan-senjata sebelum Israel mencabut blokadenya terhadap Gaza.
"Dalam pertempuran sekarang pihak yang melakukan pendudukan tidak akan bisa merasa aman kecuali jika bangsa kami bisa hidup bebas dan bemartabat. Tidak akan ada gencatan-senjata sebelum agresi berhenti dan blokade dicabut. Kami tidak akan menerima penyelesaian sementara yang tidak bermanfaat bagi bangsa kami," tegas Mohammed Deif.
Israel mulai menggempur Gaza sebagai jawaban atas tembakan roket militan Hamas, dan sejak itu memperluas operasi darat untuk memusnahkan jaringan terowongan lintas-batas. Militer Israel mengatakan hari Rabu (30/7) bahwa militan telah menembakkan hampir 2.700 roket sejak pertempuran pecah.
Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan, operasi militer terhadap Hamas tidak akan berhenti sebelum Israel menghancurkan jaringan terowongan yang dipergunakan Hamas menyelundupkan senjata dan teroris ke dalam wilayah Israel.