Sejumlah pekerja bantuan pada hari Senin (13/5) berjuang keras untuk mendistribusikan makanan dan pasokan lain kepada ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi akibat apa yang disebut Israel sebagai operasi militer terbatas di Rafah. Situasi tersebut terjadi karena dua lokasi penyeberangan utama di dekat Kota Gaza bagian selatan masih ditutup.
Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan sebanyak 360.000 dari 1,3 juta warga Palestina yang mengungsi ke Rafah dari kota-kota lain sebelum operasi militer Israel dimulai pada 6 Mei lalu telah meninggalkan kota itu.
Israel menggambarkan Rafah sebagai benteng terakhir kelompok militan Hamas, dan mengabaikan peringatan dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutu lainnya bahwa operasi besar apapun ke kota itu akan menimbulkan bencana bagi warga sipil.
Sementara Hamas telah kembali mengelompokkan diri di beberapa bagian Gaza yang paling hancur, yang sebelumnya diklaim Israel telah bersih dari kelompok militan itu karena operasi darat dan pemboman besar-besaran.
Juru bicara Program Pangan Dunia PBB (WFP), Abeer Etefa, mengatakan 38 truk yang mengangkut tepung telah tiba lewat penyeberangan Erez di bagian barat, akses kedua ke bagian utara Gaza. Israel mengumumkan pembukaan perbatasan itu pada hari Minggu (12/5) lalu. Tetapi sejak pekan lalu tidak ada makanan yang masuk dari dua penyeberangan utama lain di bagian selatan Gaza.
Penyeberangan Rafah menuju ke Mesir telah ditutup sejak pasukan Israel menguasainya satu minggu lalu. Pertempuran di Kota Rafah membuat kelompok-kelompok bantuan tidak dapat mengakses penyeberangan Kerem Shalom yang berdekatan dengan Israel, meskipun Israel mengatakan mereka mengizinkan truk-truk pasokan banmtuan masuk dari sisinya.
Sejak minggu lalu, militer Israel telah mengintensifkan pemboman dan operasi-operasi lain di Rafah, sambil memerintahkan warga untuk meninggalkan beberapa bagian kota itu. Israel bersikeras operasi militer tersebut merupakan operasi terbatas yang difokuskan untuk menghancurkan terowongan-terowongan dan sejumlah infrastruktur Hamas lainnya yang ada di sepanjang perbatasan dengan Mesir.
Pasukan Israel juga memerangi kelompok militan Palestina di Zeiton dan di kamp pengungsi Jabaliya di bagian utara Gaza, di mana IDF telah melancarkan operasi besar-besaran ketika baru memulai serangan ke Gaza tujuh bulan lalu.
Etefa mengatakan WFP mendistribusikan makanan dari sisa pasokan yang ada di Khan Yunis di bagian selatan dan di Deir Al-Balah yang terletak jauh di utara, yang kini menjadi tujuan warga Palestina yang melarikan diri dari Rafah.
BACA JUGA: Trump, Partai Republik Kecam Biden atas Penangguhan Bantuan Militer ke IsraelDi dalam Kota Rafah sendiri, hanya ada dua organisasi yang bermitra dengan WFP yang masih dapat mendistribusikan makanan. Tetapi tidak ada toko roti yang beroperasi. “Mayoritas distribusi makanan telah dihentikan karena perintah evakuasi Israel, pengungsian dan kehabisan stok makanan,” ujarnya.
Demonstran Israel buang bantuan
Para demonstran Israel telah menghentikan konvoi bantuan kemanusiaan yang menuju Gaza di sebuah pos pemeriksaan antara Tepi Barat yang diduduki dan Israel. Beberapa video yang beredar di dunia maya menunjukkan bagaimana mereka membuang bantuan kemanusiaan itu dari truk-truk dan menghancurkannya. Polisi mengatakan telah menangkap beberapa orang, tetapi tidak memberi rincian lebih jauh.
PBB mengatakan hampir seluruh populasi Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. Pembatasan yang diberlakukan Israel dan kini perang yang berkelanjutan telah menghambat upaya-upaya kemanusiaan, menimbulkan “kelaparan akut” di bagian utara.
Sohaib Al-Hams, Direktur Rumah Sakit Kuwait, salah satu pusat kesehatan yang masih berfungsi di Rafah, mengatakan staf medis dan warga yang tinggal di sekitar fasilitas itu telah diperintahkan untuk segera meninggalkan lokasi. Evakuasi apapun di rumah sakit itu akan menimbulkan “konsekuensi yang sangat buruk,” tambahnya.
BACA JUGA: Menlu AS: Tindakan Israel Tidak Konsisten dengan Hukum InternasionalFasilitas publik hancur
Lembaga bantuan internasional Oxfam memperingatkan potensi perebakan wabah penyakit di Gaza setelah hancurnya infrastruktur air bersih dan sanitasi yang bernilai US$210 juta. Situasi tersebut diperparah dengan adanya pengungsian massal dan tibanya musim panas.
Dalam sebuah pernyataan, Oxfam mengatakan “staf kami di Gaza menggambarkan tumpukan kotoran manusia dan sungai limbah di jalan-jalan karena orang harus berpindah-pindah. Mereka juga melaporkan bahwa orang-orang terpaksa minum air kotor dan anak-anak digigit serangga yang berkerumun di sekitar saluran pembuangan limbah.”
Perang di Gaza ini berawal dari serangan Hamas ke bagian selatan Israel pada 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menculik sekitar 250 orang lainnya, yang sebagian besar telah dibebaskan dalam kesepakatan gencatan senjata pertama bulan November lalu. Namun Hamas diyakini masih menahan sekitar 100 sandera lainnya dan sekitar 30 jasad.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola Hamas, mengatakan serangkaian serangan balasan Israel lewat darat dan udara ke Gaza telah menewaskan lebih dari 35.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Israel mengatakan pihaknya telah menewaskan lebih dari 13.000 militan, meskipun tidak memberikan bukti apapun. [em/jm]