Wanita dari 80 negara bersaing untuk mahkota "Miss Universe" di kota Israel Eilat pada hari Minggu (12/12). Beberapa di antaranya sambil menentang tekanan untuk memboikot ajang itu, dalam solidaritas dengan warga Palestina.
Kontes tahunan yang ke-70 dan digelar pertama kalinya di Israel itu juga menghadapi komplikasi dari pandemi virus corona.
Di antara mereka yang bersaing merebut gelar ratu sejagat adalah Miss Maroko Kawtar Benhalima dan Miss Bahrain Manar Nadeem Deyani, yang masing-masing negaranya – yang mayoritas Muslim – menormalisasi hubungan dengan Israel tahun lalu.
Kementerian Olahraga, Budaya dan Seni Afrika Selatan telah mendesak perwakilan negaranya untuk tidak ikut serta, dengan alasan “kekejaman yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina.”
Seruan itu digaungkan oleh kelompok-kelompok pembela Palestina yang memohon kepada para kontestan untuk menghindari acara itu.
BACA JUGA: Ledakan di Kamp Tyre Palestina, Sejumlah Korban Tewas dan TerlukaThe Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel menulis: “Kami mendesak semua peserta untuk mundur, untuk menghindari keterlibatan dalam rezim apartheid Israel dan pelanggarannya terhadap hak asasi manusia Palestina.”
Terlepas dari seruan itu, Miss Afrika Selatan Lalela Mswane tetap berpartisipasi, di mana pemenangnya akan diumumkan pada Senin (13/12) dini hari.
Dalam wawancara dengan AFP di Yerusalem bulan lalu, Miss Universe yang tengah menjabat, Andrea Meza asal Meksiko, menyatakan kontes itu seharusnya terbebas dari unsur politik.
“Miss Universe bukanlah gerakan politik ataupun agama. Kontes ini tentang perempuan dan kemampuan mereka.”
Indonesia dan Malaysia, negara-negara mayoritas Muslim yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, tidak mengirimkan peserta tahun ini. Namun demikian, alasan keduanya menyangkut pandemi, bukan rekam jejak Israel dalam masalah HAM.
BACA JUGA: PM Israel Lakukan Kunjungan Pertama ke Uni Emirat ArabUni Emirat Arab, yang juga menormalisasi hubungan dengan Israel tahun lalu dan dikunjungi Perdana Menteri Israel untuk pertama kalinya hari Minggu, juga tidak mengirimkan peserta.
Negara teluk itu mengatakan alasannya “karena keterbatasan waktu” dalam memilih pemenang tingkat nasionalnya.
Kritik Miss Universe di Israel
Para peserta kontes kecantikan itu mendarat di Israel akhir bulan lalu dan sejak itu telah mengunjungi berbagai tempat di Israel – terkadang dikecam karena ketidakpekaan budaya.
Pada salah satu kunjungan di kota Rahat, para peserta mengenakan jubah dengan sulaman tradisional Palestina sambil menggulung daun anggur. Kegiatan itu dicuit oleh peserta asal Filipina, Beatrice Luigi Gomez, di akun Twitternya sebagai “Hari dalam kehidupan seorang Badui.”
Warga Badui – berbeda dari suku Badui di Banten – merupakan suku nomaden tradisional yang tergabung dalam komunitas warga Palestina di Israel. Mereka telah lama mengeluhkan diskriminasi dalam isu permukiman dan pendidikan.
“Kolonialisme, rasisme, perampasan budaya, patriarki, whitewashing, semua dalam satu tempat,” cuit Ines Abdel Razek dari kelompok advokasi Institut Palestina untuk Diplomasi Publik.
Para peserta, yang sempat dimiliki bersama oleh Donald Trump sebelum ia menjadi presiden AS, harus berusia antara 18 dan 28 tahun, belum pernah menikah dan belum pernah punya anak.
Menurut penyelenggara, acara penobatan Miss Universe akan disaksikan oleh 600 juta penonton di 172 negara. [rd/jm]