Upaya kontroversial itu harus melewati tiga sesi terpisah di parlemen dan mendapat persetujuan Mahkamah Agung sebelum bisa disahkan sebagai UU. UU itu bertujuan untuk menghentikan keputusan Mahkamah Agung yang memerintahkan warga untuk meninggalkan permukiman Amona di Tepi Barat sebelum 25 Desember.
RUU itu menyebabkan perpecahan dalam pemerintahan koalisi Israel. Kelompok-kelompok agama garis keras mendukung RUU itu, sementara pihak-pihak lainnya mengecam dan menyebutnya pencurian lahan, meskipun warga Palestina mendapat kompensasi.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga menentang upaya itu, dan menuduh para menteri bertindak tergesa-gesa sebelum Mahkamah Agung sempat untuk mempertimbangkan penundaan evakuasi 25 Desember itu.
AS dan kelompok-kelompok HAM terus mengecam permukiman Yahudi di wilayah Palestina. Palestina menyebutnya sebagai hambatan besar bagi perdamaian.
Israel menganggap permukiman-permukiman itu sebagai bagian dari keamanannya dan mengatakan penolakan Palestina untuk mengakui sebuah negara Yahudi adalah halangan bagi perdamaian. [ab/as]