Sebuah kelompok pemantau mengatakan, Kamis (4/7), bahwa Pemerintah Israel telah menyetujui rencana untuk membangun hampir 5.300 rumah baru di permukiman di Tepi Barat yang diduduki.
Rencana pembangunan itu merupakan upaya terbaru untuk mempercepat perluasan permukiman, yang bertujuan memperkuat kendali Israel atas wilayah tersebut dan mencegah pembentukan negara Palestina di masa depan.
Kabar mengenai keputusan tersebut muncul ketika upaya diplomatik untuk mengakhiri perang yang sudah berlangsung selama sembilan bulan di Gaza tampaknya mulai bangkit kembali setelah jeda selama berminggu-minggu.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dia telah memutuskan untuk mengirim perunding untuk melanjutkan negosiasi. Sehari sebelumnya, kelompok militan Hamas menyampaikan tanggapan terbarunya kepada para mediator terhadap proposal kesepakatan yang didukung oleh Amerika Serikat (AS).
Pembangunan pemukiman Israel yang semakin intensif berisiko akan semakin memicu ketegangan di Tepi Barat, yang telah mengalami peningkatan kekerasan sejak perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober.
BACA JUGA: PBB Prihatin atas Perintah Evakuasi Israel bagi Warga di Khan YounisLembaga pemantau anti-permukiman Israel, Peace Now, mengatakan Dewan Perencanaan Tinggi pemerintah telah menyetujui atau mengajukan rencana pembangunan 5.295 rumah di puluhan permukiman di Tepi Barat. Dewan itu juga “melegalkan” tiga pos informal sebagai lingkungan baru dari pemukiman yang ada di Lembah Yordan dan dekat Kota Hebron.
Pada Rabu (3/7), Peace Now mengatakan Israel menyetujui penyitaan tanah terbesar di Tepi Barat dalam lebih dari tiga dekade. COGAT, badan pertahanan Israel yang mengawasi dewan perencanaan, merujuk pertanyaan ke kantor Netanyahu, yang juga tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pemerintahan Netanyahu didominasi oleh para pemukim dan pendukung mereka. Menteri Keuangan Bazalel Smotrich, yang beraliran nasionalis garis keras sekaligus seorang pemukim, telah ditugaskan untuk menangani kebijakan pemukiman.
Smotrich sudah mengatakan bahwa upayanya untuk mempercepat ekspansi sebagian dimaksudkan untuk memastikan negara Palestina tidak dapat dibentuk. Dalam eskalsi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, pemukim telah melakukan lebih dari 1.000 serangan terhadap warga Palestina, menyebabkan kematian, merusak properti dan dalam beberapa kasus mendorong warga Palestina meninggalkan desa mereka.
Palestina menginginkan Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza – wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah pada 1967 – untuk menjadi negara merdeka.
Persetujuan pembangunan perumahan baru itu juga dapat membuat marah sekutu Israel, yaitu Amerika Serikat, yang menentang pembangunan pemukiman. Namun, AS juga tidak berbuat banyak untuk menekan Israel mengenai masalah ini.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada Kamis bahwa jumlah warga Palestina yang terbunuh akibat serangan Israel di Gaza telah meningkat melewati 38.000 orang. Kementerian tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil dalam penghitungannya. Perang dimulai ketika militan pimpinan Hamas melancarkan serangan mendadak pada 7 Oktober ke Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 250 orang lainnya.
BACA JUGA: Gaza: 274 Warga Palestina Tewas dalam Operasi Pembebasan 4 Sandera IsraelKebangkitan perundingan gencatan senjata tampaknya menandai upaya lain yang dilakukan mediator AS, Qatar, dan Mesir untuk mengatasi kesenjangan yang telah berulang kali menggagalkan kesepakatan selama beberapa bulan terakhir. Hamas menginginkan kesepakatan yang memastikan pasukan Israel meninggalkan Gaza sepenuhnya dan perang berakhir; Netanyahu mengatakan perang tidak bisa berakhir sebelum Hamas dilenyapkan.
Para perunding Israel diperkirakan akan tiba di Doha, ibu kota Qatar, untuk melakukan perundingan pada Jumat (5/7), dengan dihadiri oleh para pejabat AS, Mesir, dan Qatar. [ft/rs]