Israel telah mengatakan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa mereka tidak akan memperbarui visa koordinator residen dan kemanusiaan PBB di wilayah Palestina, yang secara efektif akan mengusirnya. Hal ini terjadi di tengah ketegangan hubungan antara Israel dan badan dunia tersebut terkait perang di Gaza.
Dalam surat tertanggal 12 November dan dilihat oleh VOA, Amir Weissbrod, wakil direktur jenderal kantor Kementerian Luar Negeri Israel yang menangani PBB dan organisasi internasional lainnya, menyatakan ketidaksenangan pemerintahnya terhadap seorang pejabat PBB, Lynn Hastings.
“Dengan menyesal kami memberi tahu Anda bahwa Nona Hastings telah kehilangan kepercayaan dan keyakinan dari otoritas Israel dan tidak lagi dalam posisi untuk memenuhi tanggung jawabnya secara efektif dengan pejabat Israel terkait,” tulisnya. Dia mengatakan bahwa pemerintah Israel tidak akan memperbarui visa Hastings ketika masa berlakunya habis 20 Desember mendatang.
Weissbrod mengutip apa yang disebutnya sebagai "sikap diam yang berkelanjutan" oleh Hastings mengenai tanggung jawab Hamas atas serangan teror 7 Oktober terhadap Israel.
“Diamnya Hastings (atas serangan Hamas) ini menjadi lebih mencengangkan, dan sangat ofensif, mengingat sikap Hastings untuk secara teratur dan tidak bertanggung jawab mengarahkan kritik terhadap Israel,” katanya.
Tiga hari setelah serangan Hamas itu, Hastings mengeluarkan pernyataan yang menyatakan, "Kelompok bersenjata Palestina menyusup ke Israel pada 7 Oktober, membunuh dan menangkap ratusan warga sipil Israel dan anggota pasukan Israel, sambil tanpa pandang bulu menembakkan ribuan roket ke Israel."
Pernyataan itu menambahkan: “Warga sipil (Israel) yang ditangkap harus segera dibebaskan dan tanpa syarat” dan “diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat.”
BACA JUGA: Menlu Retno di DK PBB: Saya Tak Paham Statement Macam Apa yang Disampaikan NetanyahuSerukan lebih banyak bantuan ke Gaza
Hastings berulang kali menyerukan peningkatan bantuan ke Gaza. Mulai 7 hingga 21 Oktober, Israel tidak mengizinkan bantuan kemanusiaan apa pun masuk ke wilayah yang dikuasai Hamas. Ketika program ini dimulai, dana tersebut terbatas dan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Dia juga mendesak Israel untuk membatalkan perintah evakuasi yang menyebabkan lebih dari 1 juta orang dari Gaza utara melarikan diri ke selatan.
Hastings telah meminta kedua pihak yang berkonflik untuk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum humaniter internasional.
“Saya hanya bisa – dan saya telah mengatakan ini sebelumnya – menegaskan kembali kepercayaan penuh Sekretaris Jenderal PBB terhadap Nona Hastings, cara dia berperilaku dan cara dia melakukan pekerjaannya,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, Jumat (1/12) sebagai tanggapan terhadap pertanyaan wartawan dan mengkonfirmasi keputusan Israel.
Dia mencatat bahwa Hastings telah menghadapi serangan publik, termasuk di media sosial.
“Serangan pribadi dan langsung terhadap personel PBB di mana pun di seluruh dunia tidak dapat diterima dan membahayakan nyawa banyak orang,” kata Dujarric.
Keputusan Israel diambil di tengah ketegangan hubungan antara Tel Aviv dan PBB. Para pejabat Israel selama bertahun-tahun menuduh organisasi tersebut bias terhadap Israel, dan bulan lalu, Duta Besar Gilad Erdan meminta Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk mengundurkan diri ketika ia mengatakan bahwa serangan Hamas (ke Israel) “tidak terjadi dalam ruang hampa.”
Guterres menambahkan bahwa rakyat Palestina “telah menjadi sasaran pendudukan yang menyesakkan selama 56 tahun.”
Erdan mengatakan pada hari itu bahwa Israel juga harus menilai kembali hubungannya dengan PBB.
BACA JUGA: Sekjen PBB: Jumlah Kematian di Gaza Tunjukkan Ada yang Salah dengan Operasi IsraelTuduhan Israel terhadap guru UNRWA
Secara terpisah, badan PBB yang membantu warga Palestina, UNRWA, mengatakan Jumat (1/12) bahwa pihaknya telah meminta informasi lebih lanjut kepada seorang jurnalis Israel mengenai apa yang dikatakannya sebagai “tuduhan yang sangat serius” bahwa seorang guru UNRWA menahan salah satu warga Israel yang diculik pada 7 Oktober di ruangan loteng rumahnya selama 50 hari.
Reporter saluran televisi Israel 13, Almog Boker, menulis di platform media sosial X pada Kamis (30/11) bahwa tersangka penculik hampir tidak memberikan makanan atau perawatan medis kepada sandera.
“UNRWA meminta jurnalis untuk segera memberikan klarifikasi atas klaim tersebut dan siapa pun yang mungkin dapat membantu kami dalam menentukan fakta, untuk melapor,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Dengan tidak adanya informasi yang dapat dipercaya untuk mendukung klaim ini, UNRWA meminta jurnalis tersebut untuk segera menghapus postingan tersebut.”
Postingan Boker diambil oleh beberapa media dan mendapat lebih dari 2.000 postingan ulang di X.
“Membuat tuduhan serius di ranah publik, tanpa didukung oleh bukti atau fakta yang dapat diverifikasi, bisa dianggap sebagai misinformasi,” tandas UNRWA. [pp/ft]