Stasiun kereta Kowloon Barat, yang akan menghubungkan kota Kowloon dengan Guangzhou di China, baru akan dibuka tahun 2018. Tapi Hong Kong minggu ini sudah mengumumkan China akan menempatkan polisinya di stasiun tersebut.
Hal itu diutarakan Menteri Kehakiman Rimsky Yuen. Ini segera dikecam karena tidak jelas peraturan apa yang akan diterapkan di stasiun itu dan apakah langkah itu melanggar prinsip “satu negara, dua sistem” yang telah lama menjadi landasan hubungan Hong Kong dan China.
Para anggota dewan legislatif Hong Kong mengancam akan memboikot. Leung Kwok-hung, anggota parlemen dan aktivis politik sayap kiri, mengatakan, “Jika mereka mengizinkan China menerapkan peraturan hukum mereka, itu akan menjadi masalah politik dan juga konstitusional.”
Tetapi Menteri Yuen berusaha meyakinkan kalangan pengecam dengan mengatakan peraturan di stasiun itu akan selaras dengan peraturan hukum Hong Kong dan prinsip “satu negara, dua sistem.”
Ia melanjutkan kedua pemerintah akan membicarakan lebih lanjut isu ini awal tahun depan.
Menganut sistem Inggris, peraturan hukum Hong Kong berbeda dengan China. Hong Kong juga menjamin kebebasan pers, menyatakan pendapat dan berserikat.
Albert Chan, anggota parlemen, mengatakan, “Apa yang akan terjadi jika aktivis pro-demokrasi Hong Kong melakukan demonstrasi anti-China di stasiun kereta itu?”
Kalangan pengecam juga mengatakan penempatan polisi itu bisa berujung pada terkikisnya kebebasan di Hong Kong karena menjadi preseden bagi penegak hukum China di Hong Kong.
Albert Lai, wakil ketua Civic Party dan seorang akademisi, mengatakan, “Sekali China punya preseden hukum, tinggal tunggu saja sebelum mereka menerapkan kebijakan serupa di bagian-bagian lain di Hong Kong.”
Lai menuduh pejabat Hong Kong berkonspirasi dengan China untuk menekan warga agar menuruti peraturan China di wilayah mereka. [th/ii]