Puluhan warga antre di bandara internasional Diori Hamani Niamey, Niger, Rabu pagi (9/8) untuk keluar dari negara itu dengan menggunakan penerbangan evakuasi ketiga. Pesawat pertama yang membawa para pengungsi telah mendarat di Paris beberapa jam sebelumnya.
Prancis, Italia dan Spanyol telah mengumumkan evakuasi warga mereka dan warga negara Eropa lainnya dari Niger. Kementerian Luar Negeri Perancis di Paris merujuk kekerasan baru-baru ini yang menargetkan Kedutaan Besar Perancis di Niamey sebagai salah satu alasan evakuasi. Keputusan itu diambil di tengah semakin memburuknya krisis yang dipicu kudeta terhadap Presiden Niger Mohamed Bazoum, yang dipilih secara demokratis.
Badan yang membawahi negara-negara Afrika Barat dan dikenal sebagai ECOWAS hari Minggu lalu (6/8) mengumumkan akan memberlakukan sanksi perjalanan dan ekonomi, dan bahkan akan menggunakan pendekatan militer, jika para pemimpin kudeta tidak memulihkan kedudukan Bazoum dalam waktu satu minggu. Namun, junta militer yang melakukan kudeta tetap bergeming karena mendapat dukungan dari pemeirntah militer Mali, Burkina Faso, dan Guinea. Sejauh ini mereka juga menolak upaya internasional untuk melakukan mediasi dan tetap menahan Bazoum dalam tahanan rumah.
Sebagian warga Niger di kota Lagos hari Rabu turun ke jalan-jalan menyerukan kepada ECOWAS untuk tidak buru-buru terlibat dalam konflik di Niger.
BACA JUGA: Junta Niger Tolak Delegasi DiplomatikPengusaha Kayode Olusanya mengatakan, "Apa yang ingin dicapai ECOWAS sebenarnya tidak seperti itu. Umumnya Afrika, khususnya wilayah barat, berada di bawah kepemimpinan yang buruk. Saya pikir ECOWAS tidak pernah merangkul diri mereka sendiri untuk bersatu membantu warga negara dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Jadi, ketika orang-orang sekarang memutuskan untuk mengambil alih pemerintahan, junta militer di Niger dan yang lainnya, warga Niger justru menyukai apa yang terjadi. Jadi, saya merasa bahwa ECOWAS yang masuk, untuk menggantikan demokrasi di Niger adalah sebuah upaya yang tidak masuk akal".
Hal senada disampaikan John Kokome, praktisi hubungan masyarakat. “Ini bukan saatnya untuk buru-buru berperang dengan Republik Niger. Ini adalah waktu di mana kita harus mengeksplorasi semua langkah diplomatik untuk melihat bagaimana menyelesaikan masalah ini. Bahkan ketika Anda berperang, Anda masih harus pergi ke meja perundingan dan menyelesaikan beberapa masalah ini agar perdamaian dapat kembali ke negara ini."
Analis keamanan Oladeinde Ariyo mengatakan jika ECOWAS – atau pihak-pihak lain di luar Niger – ingin mengupayakan mediasi, sedianya mempertimbangkan pula dengan serius persyaratan dari junta militer yang melakukan kudeta.
"Melakukan kudeta adalah permainan hidup dan mati. Anda berhasil, Anda menang. Anda kalah, Anda akan dibunuh. Tak seorang pun yang melakukan kudeta, akan mau menyerahkan kekuasaannya hanya lewat meja perundingan. Setiap kudeta yang berhasil setelah 24 jam pertama, akan bertahan. Jadi, mereka berbicara dari sudut pandang kekuatan dan keuntungan. Jika ingin bernegosiasi dengan mereka, maka harus sesuai dengan persyaratan merekal bukan dengan persyaratan komunitas internasional, kekuatan dunia, ECOWAS, Uni Afrika, atau apa pun. Ini kenyataan yang harus kita hadapi,” kata Oladeinde.
BACA JUGA: Uni Eropa dan AS Bergabung dengan ECOWAS, Serukan Junta Militer Niger Hentikan KudetaNamun analis keamanan lainnya, Benedict Mazin, yang fokus pada isu di Timur Tengah dan Afrika, mengatakan upaya memulihkan situasi di Niger bisa jadi sangat panjang dan berliku.
“Upaya menyingkirkan junta dengan kekerasan hanya akan memperkuat pesan yang bahwa ada misi tertentu dibalik hal itu. Prancis sudah merasakan hal ini karena pengaru neo-kolonial yang dibawa ke Afrika Barat. ECOWAS bakal menghadapi tantangannya sendiri karena Nigeria yang paling dekat Niger pun enggan. Jadi saya pikir, jika ingin menyingkirkan junta, jalan untuk melakukan hal itu terbatas," ujar Benedict.
Selain ECOWAS, Uni Eropa juga mendorong dilakukannya upaya mediasi yang lebih intensif dengan para pemimpin kudeta di Niger. Namun juru bicara Uni Eropa Peter Stano mengatakan kepada wartawan di Brussels, pihaknya telah memberikan tekanan secara tidak langsung untuk mendorong upaya mediasi itu.
“Seluruh aktivitas kini ditangguhkan, baik bantuan keuangan, misi sipil, kerjasama dalam isu keamanan dan lain-lain. Intinya kami tidak bekerja sama dengan pihak berwenang tidak sah yang kini berada di Niger,” tuturnya.
ECOWAS dijadwalkan akan melangsungkan pertemuan di Abuja, Nigeria, hari Kamis ini (10/8) untuk membahas situasi di Niger itu. [em/lt]