Indonesia tahun depan akan menjadi tuan rumah dan sekaligus presidensi KTT G20. Selain melakukan persiapan teknis untuk berbagai pertemuan di tingkat pemimpin, tingkat menteri dan gubernur bank sentral; ada beberapa target yang ingin dicapai Indonesia dalam kaitannya dengan penanganan perebakan COVID-19.
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Lutfiyah Hanim berharap KTT G20 bisa mendorong akses vaksin COVID-19 yang berkeadilan. Hingga sekarang masih banyak negara yang cakupan vaksinasinya masih sangat rendah karena keterbatasan akses pada vaksin. Ia mencontohkan Kenya, Afghanistan, Irak, Aljazair, Uganda dan beberapa negara di kawasan Afrika lainnya yang tingkat vaksinasinya baru 2 persen.
"Ini gambaran 15 bulan setelah pernyataan dibuat. Apa yang terjadi? Ketidakadilan akses atas vaksin. Gambaran serupa juga terjadi pada pengobatan dan penanganan COVID-19," kata Lutfiyah saat menjadi narasumber diskusi virtual "Mewujudkan Akses Vaksin COVID-19 yang Terjangkau Bagi Seluruh Warga", Kamis (19/8).
Kondisi berbeda justru dialami negara-negara maju. Negara-negara dengan kemampuan ekonomi tinggi kerap memesan vaksin lebih dari yang dibutuhkan. Lutfiyah menyebutkan negara-negara tersebut antara lain Kanada, Amerika Serikat, Inggris, hingga Indonesia.
"Jika negara-negara maju terus memprioritaskan vaksin bagi populasi penduduknya, tanpa memastikan vaksinasi adil bagi megara-negara berkembang, maka total kerugian di dunia bervariasi US$1,5 hingga US$9,2 triliun", jelas Lutfiyah.
Akses Vaksinasi RI Memadai
Selain membeli, Indonesia juga mendapat bantuan vaksin dari berbagai negara dan organisasi. Sedikitnya ada 190 juta dosis vaksin yang telah diterima Indonesia, yang terdiri dari vaksin Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, dan Moderna.
Jumlah tersebut sekitar 45 persen dari jumlah total vaksin yang ingin didapatkan oleh pemerintah yaitu sebanyak 430 juta dosis hingga akhir tahun 2021 ini. Namun menurut Lutfiyah akses pengobatan dan penanganan COVID-19 masih sangat terbatas.
"Kita bisa lihat saat gelombang kedua datang di Indonesia, pemerintah sampai charter pesawat untuk bawa dan beli obat mahal itu ke Indonesia," katanya.
KTT G20 Untuk Reformasi Pengambilan Keputusan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan digelar Indonesia tahun 2022 di Bali dinilai akan berdampak besa, terutama dalam hal perluasan vaksin COVID-19. Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo berharap KTT ini akan menjadi ajang reformasi pengambilan keputusan.
"Contohnya soal vaksin, kalau G20 memutuskan akses yang lebih luas, hak paten bisa sementara ditunda, maka kemungkinan besar Indonesia tidak akan ada kendala dalam mendapatkan vaksin," ungkap Sugeng, Kamis (19/8).
KTT G20 tahun depan tongkat kepemimpinan penyelenggaraan akan diserahkan Italia kepada Indonesia mulai akhir tahun 2021 ini.
" Kita harus ingat, di dunia ini ada ratusan negara. Banyak yang juga bukan anggota G20. Salah satu misi Indonesia adalah menyuarakan negara miskin dan negara berkembang yang tidak menjadi anggota G20 agar memiliki akses pada vaksin secara universal, tidak berdasar mekanisme pasar, bussines as usual, yang komersil", pungkas Sugeng.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam KTT G20 ke-15 tahun lalu di Arab Saudi, negara-negara anggota berhasil mengumpulkan lebih dari $21 miliar yag digunakan untuk memerangi pandemi, menyelamatkan nyawa penduduk dunia, dan melindungi ekonomi dunia yang terdampak. G20 itu juga menyerukan distribusi vaksin yang adil termasuk untuk negara-negara miskin dalam mengendalikan pandemi. [ys/em]