Para pemilih di AS mengatakan tidak diragukan bahwa AS terpolarisasi menjelang pemilihan presiden November nanti.
Videografer lepas John LaRussa adalah salah seorang dari mereka yang berpendapat demikian.
Ia mengatakan, “Menurut saya, ini adalah (masa) paling terpecah yang pernah terjadi di negara ini sejak era hak-hak sipil. Orang bahkan tidak bisa lagi bercakap-cakap.”
Pemilih lain, teknisi rekaman Michael McDermott, yakin media yang terpolarisasi secara politik berkontribusi terhadap masalah ini.
“Masing-masing media berita memiliki sudut pandang berbeda. Kita tidak bisa menerima begitu saja apa yang kita dengar,” ujarnya.
Hasil survei pada 2023 mendapati bahwa masyarakat AS cenderung menilai media massa merusak demokrasi dan malah meningkatkan ketimbang mengurangi perpecahan politik. Dan hanya 16% yang menyatakan sangat yakin bahwa media massa menyampaikan berita secara lengkap, akurat, dan seimbang.
Mahasiswi Nicki Dolce termasuk di antara pemilih yang skeptis.
“Kalau kita membaca berita, kita bisa tahu bahwa orang-orang yang menulis berita itu, dari kata-kata yang mereka gunakan, mencoba membuat kita memihak,” tukasnya.
Polarisasi yang didorong oleh media bukanlah suatu kebetulan, kata Justin Owen. Lebih lanjut, Presiden Beacon Center of Tennessee, organisasi kebijakan publik pasar bebas, mengatakan, “Itu pancingan, kan? Itulah yang menjual berita. Dan terus terang, ada insentif untuk bersikap lebih ekstrem karena itu yang akan menarik lebih banyak perhatian.”
Banyak juga yang menuding media sosial karena memperlebar perpecahan politik. Pemilih lain, Mark West, mengatakan, “Orang-orang juga mengutarakan pendapat di sana. Menurut saya itu mengobarkan api.”
Your browser doesn’t support HTML5
Meskipun media tradisional dan media sosial dapat menimbulkan perpecahan, para pakar berpendapat bahwa itu bukan penyebab. Johanna Dunaway adalah dosen ilmu politik di Syracuse University. Melalui Zoom, ia mengatakan kepada VOA, “Hanya ada sedikit bukti bahwa media mampu membujuk orang keluar dari keyakinan yang mereka pegang teguh. Polarisasi terjadi sebelum semua media berubah dan sebelum berita partisan muncul kembali.”
Sementara pemilihan presiden semakin dekat, Dunaway mengatakan dia jauh lebih khawatir terhadap penyebaran informasi yang keliru dan meningkatnya tantangan yang dihadapi rata-rata konsumen dalam membedakan mana berita yang benar dan mana yang keliru. [ka/ab]