Menjelang bulan puasa Ramadan, Kota Tua Yerusalem tampak minim dekorasi khas Ramadan yang biasanya menghiasi kota itu
Hampir separuh toko suvenir bentuknya mirip gua kecil, tertutup rapat di balik pintu penutup dari metal. Jalan-jalan sempit menuju Masjid Al-Aqsa, situs tersuci ketiga umat Islam, sangat sepi.
Tidak ada lampu-lampu hiasan dan lentera bersinar yang biasanya menjuntai di atas jamaah yang sedang terburu-buru ke masjid.
Persiapan Ramadan di Yerusalem, yang menjadi jantung spiritual konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun, terhambat karena perang Israel-Hamas di Gaza, yang kini memasuki bulan keenam.
Dengan lebih dari 30.000 warga Palestina terbunuh di Gaza dan ratusan ribu lainnya kelaparan, tak banyak kesempatan untuk mengungkapkan kegembiraan.
“Ini akan menjadi Ramadan yang kelam,” kata Abu Mousam Haddad di depan kedai kopinya di dekat Gerbang Damaskus, salah satu pintu masuk utama Kota Tua.
Namun dalam beberapa hari ke depan, perhatian kemungkinan akan beralih dari Gaza ke Masjid Al-Aqsa, yang sering menjadi titik panas kekerasan Israel-Palestina yang meningkat dengan cepat di masa lalu.
Hamas, yang menggambarkan serangan terornya pada 7 Oktober di Israel selatan sebagai perjuangan untuk hak-hak Muslim di Al-Aqsa, kini berupaya melancarkan serangan tersebut. Harapan Hamas, serangan baru dapat melibatkan pasukan Israel di front baru dan meningkatkan pengaruhnya dalam perundingan gencatan senjata di Gaza.
Para militan telah mendesak warga Palestina di seluruh Israel dan Tepi Barat yang diduduki untuk berbondong-bondong ke masjid selama bulan Ramadan untuk menentang pembatasan yang diantisipasi Israel terhadap kegiatan ibadah dan pergerakan.
Meskipun pembatasan tersebut sering kali memicu bentrokan di masa lalu, tidak jelas apakah warga Palestina akan mengambil risiko konfrontasi dalam kondisi saat ini di mana pasukan Israel menekan keras setiap tindakan yang dianggap sebagai ancaman.
“Ada ketakutan besar di kalangan masyarakat mengenai seperti apa Ramadan tahun ini dan bagaimana polisi Israel akan berperilaku ketika masuk dan keluar … ke dalam kota,” kata Imad Mona, pemilik toko buku di luar Kota Tua.
BACA JUGA: Jelang Ramadan, Aksi Kekerasan di Al-Aqsa Dikhawatirkan MelonjakIsrael telah membatasi akses ke Masjid Al-Aqsa dalam berbagai tingkatan selama bertahun-tahun, termasuk dengan melarang pemuda, dengan alasan masalah keamanan.
Pemerintah Israel tak banyak memberi perincian menjelang Ramadan tahun ini, yang mungkin dimulai pada Minggu (10/3) malam. Namun pihaknya mengatakan beberapa warga Palestina dari Tepi Barat akan diizinkan untuk salat di Al-Aqsa.
Kompleks ini telah lama menjadi tempat keagamaan yang sangat diperebutkan, karena terletak di Bukit Bait Suci, yang oleh orang Yahudi dianggap sebagai situs paling suci bagi mereka. Kota ini terletak di Yerusalem timur, bagian dari kota yang diduduki Israel selama perang Timur Tengah pada 1967 dan kemudian dianeksasi.
Palestina ingin menjadikan kota ini sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Amerika Serikat (AS) dan mediator internasional lainnya telah mendorong gencatan senjata di Gaza bertepatan dengan awal Ramadhan. Namun belum ada terobosan.
Israel tetap berkomitmen untuk melanjutkan invasi dan memusnahkan Hamas, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera sekitar 250 orang dalam serangan pada 7 Oktober. Kelompok militan tersebut membebaskan puluhan sandera selama gencatan senjata pada November tahun lalu. Namun mereka menolak untuk melepaskan lebih banyak sandera tanpa jaminan penghentian kekerasan secara menyeluruh.
Sebagian besar pemilik toko di Kota Tua menolak memberikan pandangan mereka tentang Ramadan yang akan datang. Puluhan warga Palestina telah ditahan oleh Israel karena menggunggah kirim teks ke media sosial tentang perang di Gaza sejak perang itu dimulai.
BACA JUGA: Biden: Gencatan Senjata di Gaza Menjelang Ramadan 'Terlihat Sulit'Beberapa orang yang tidak keberatan berbicara mengatakan bahwa lebih banyak Israel sudah mengerahkan lebih banyak polisi di Kota Tua sejak Oktober. Para pria Palestina yang berusia muda kerap dilarang memasuki kompleks Al-Aqsa untuk salat Jumat pada Jumat (9/3) sejak perang dimulai, menurut pemilik toko. Hal ini memicu spekulasi tentang kemungkinan pembatasan lainnya. Polisi Israel tidak menanggapi permintaan komentar.
Menurut media Israel, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, telah berupaya untuk melarang semua warga Palestina di Tepi Barat, serta para pemuda yang termasuk di antara lebih dari dua juta warga Palestina di Israel. Juru bicaranya tidak menanggapi permintaan komentar.
Badan militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan Palestina di Tepi Barat, yang dikenal sebagai COGAT, mengatakan pada Jumat (9/3) bahwa sebagaian warga Muslim dari Tepi Barat akan diizinkan masuk dari wilayah tersebut untuk salat tarawih. Namun, COGAT tidak menjelaskan lebih jauh. Tahun lalu, puluhan ribu jemaah bisa masuk, kebanyakan dari mereka adalah perempuan, anak-anak, dan pria lanjut usia.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga tidak memberikan pernyataan yang jelas. Dia hanya mengatakan bahwa jumlah orang yang akan diizinkan untuk salat di Al-Aqsa selama minggu pertama Ramadan tahun ini, sama seperti tahun lalu. Netanyahu mengatakan, hal ini akan dievaluasi setiap minggunya sepanjang bulan. Tidak ada perincian lebih lanjut yang dipublikasikan.
Di bawah pengaturan informal sejak 1967, kompleks tersebut dikelola oleh sebuah badan keagamaan Muslim yang berbasis di Yordania yang dikenal sebagai Wakaf. Orang-orang Yahudi diperbolehkan mengunjungi kompleks tersebut, tetapi tidak boleh berdoa di sana. Perjanjian tersebut gagal dalam beberapa tahun terakhir karena kelompok besar Yahudi, termasuk kelompok nasionalis agama garis keras, sering berkunjung ke sana. Beberapa di antara mereka telah mencoba untuk berdoa di tempat tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
Pada hari-hari menjelang Ramadan, warga Palestina di Tepi Barat tidak yakin apakah mereka dapat salat di masjid itu.
Secara umum, warga Palestina di wilayah tersebut memerlukan izin untuk memasuki Yerusalem timur, yang dianggap Israel sebagai bagian dari ibu kotanya, meskipun aneksasinya tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional. Sejak 7 Oktober, Israel telah melarang warga Palestina memasuki Yerusalem atau bagian mana pun dari Israel.
“Merupakan impian setiap warga Palestina, Muslim, dan Arab untuk salat di Masjid Al-Aqsa selama Ramadan," kata Akram al Baghdadi, seorang warga Ramallah yang memiliki keluarga besar yang tersebar di Tepi Barat dan Gaza. [ft/ah]