Jumaa Ibrahim dan istrinya Hasnaa Karam, pasangan asal Suriah berusia awal 60an, tiba di Mekkah hari Jumat (11/9) dan langsung menuju kompleks Masjidil Haram, tempat situs tersuci umat Islam, Kabah.
Hari mulai hujan di kota gurun pasir tersebut. Karam, yang menunggu sepanjang hidupnya untuk bisa naik haji, berdiri sambil berdoa. Ibrahim berdiri beberapa meter di sampingnya sambil membaca ayat-ayat Quran.
Tiba-tiba ada suara ledakan keras menggema. Karam mendapati dirinya dikelilingi pembantaian -- bagian-bagian tubuh berserakan di mana-mana di tengah darah yang menggenangi lantai marmer putih masjid tersebut.
Pertahanan Sipil Kerajaan mengatakan angin yang tidak biasanya kuat menghantam salah satu tiang derek besar di sekitar Masjidil Haram. Tiang derek itu roboh menembus atap dan lantai atas masjid, membuat lempengan-lempengan baja ambruk.
"Saya melihat kepala, kaki, darah, mayat," ujar Karam hari Minggu, dalam wawancara di samping tempat tidur suaminya di Rumah Sakit Spesialis Al-Noor di Mekkah.
"Kami mulai meneriakkan `Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar' saat hujan turun."
Ia tidak terluka, tapi suaminya termasuk ratusan orang yang terluka, dengan kaki yang patah di dua bagian. Jumlah korban tewas mencapai 111 hari Minggu karena semakin banyak yang terluka meninggal. Kementerian Kesehatan hari Minggu mengatakan 394 orang dirawat di fasilitas medis setelah tiang derek itu ambruk, dan 158 orang yang terluka masih diopname.
Ayman Shaaban, pemilik perusahaan tur haji di Mesir, sedang berdoa di lantai dasar masjid ketika tiang derek itu ambruk. Ia mengatakan ia terlempar sekitar 20 meter. Ia kemudian segera dibawa ke sebuah ruangan besar dengan korban-korban luka lainnya. Bagian kanan wajahnya patah, berdarah dan bengkak, dan ia tidak bisa membuka mata kirinya.
Media Saudi melaporkan bahwa sebuah komite telah dibentuk untuk menyelidiki insiden tersebut. Tidak jelas bagaimana Pertahanan Sipil kerajaan, yang memimpin operasi penyelamatan, dapat menentukan bahwa angin yang menyebabkan tiang derek ambruk. Juru bicara lembaga itu belum dapat dimintai komentar.
Shaaban bertanya-tanya tentang sebab kecelakaan itu.
"Secara logika, sampai tiang derek jatuh akibat angin, bahkan jika angin kencang sekalipun, ada sesuatu yang salah," ujar Shaaban dari tempat tidurnya di rumah sakit.
"Jika ada kelalaian, karena adanya korban-korban jiwa, harus ada yang dimintai pertanggungjawaban."
Legitimasi Kerajaan
Kekhawatiran-kekhawatiran itu menunjukkan sensitivitas insiden itu untuk Raja Saudi, Salman, yang bergelar Penjaga Dua Masjid Suci, yaitu Masjidil Haram di Mekkah dan masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad di Madinah. Raja mengunjungi Masjidil Haram hari Sabtu dan kemudian bertemu dengan beberapa dari korban luka yang dirawat di rumah sakit pemerintah, Al-Noor.
Legitimasi keluarga kerajaan Al Saud berakar sebagian dalam klaimnya sebagai pelindung dua tempat tersuci umat Islam yang ada di pusat kegiatan haji.
Kecelakaan itu terjadi hanya seminggu sebelum dimulainya ibadah haji, yang dijadwalkan akan dimulai sekitar 21 September. Antara dua sampai tiga juta Muslim dari seluruh dunia datang ke Mekkah dan sekitarnya untuk menelusuri jejak Nabi Ibrahim dan Ismail.
Para pejabat belum memindahkan tiang derek itu, dasarnya maju dan strukturnya menyandar ke masjid. Liebherr Group, perusahaan besar pembuat alat-alat berat, membuat banyak tiang derek seperti itu di pabriknya di Biberach an der Riss, Jerman, sementara kantor pusat global ada di Swiss.
Juru bicara Liebherr, Kristian Kueppers dalam email kepada kantor berita The Associated Press mengatakan bahwa perusahaan tersebut melakukan segala yang bisa mereka untuk "membantu penyelidikan kecelakaan menghasilkan kesimpulan yang cepat dan logis."
Perusahaan mengatakan telah mengeluarkan instruksi yang jelas bagaimana tiang derek dipasang dan diamankan untuk melindunginya dari angin. Perusahaan juga menyampaikan rasa simpati mendalam pada para keluarga korban.
Ekspansi Ambisius
Selama bertahun-tahun, Masjidil Haram telah mengalami beberapa perluasan untuk mengakomodasi jumlah jemaah haji yang meningkat. Namun dalam 10 tahun terakhir, Kerajaan telah meluncurkan perombakan paling ambisius.
Situs-situs bersejarah yang signifikan untuk umat Islam telah dihancurkan untuk membangun hotel, menimbulkan protes dari sejumlah Muslim. Para pejabat Saudi mengatakan perombakan diperlukan karena jumlah jemaah haji diproyeksikan mencapai tujuh juta tahun 2040.
Proyek ekspansi Masjidil Haram saat ini senilai $60 miliar itu akan memperluas daerah bagi jemaah haji untuk berdoa di Kabah, hampir dua kali lipat. Masjidil Haram sekarang dikelilingi puluhan tiang derek, bagian dari upaya konstruksi masif yang dikepalai oleh Saudi Binladin Group.
Keluarga Binladin dekat dengan keluarga penguasa Saudi selama puluhan tahun dan mengelola proyek-proyek pembangunan besar di seluruh dunia. Mendiang pemimpin al-Qaida, Osama bin Laden, merupakan putra pembelot yang dibuang keluarga pada 1990an.
Binladin Group belum mengeluarkan pernyataan kepada media mengenai insiden tersebut. Kepala perusahaan atau salah satu perwakilan eksekutif kemungkinan merupakan anggota komite penyelidikan, menurut beberapa warga Saudi yang mengetahui proses itu.
Hari Minggu, imam Masjidil Haram, Sheikh Abdul Rahman Al Sudais, juga mengunjungi para korban luka. Dibantu tim asisten, ia memberikan para pasien tas-tas yang di dalamnya termasuk Quran, parfum tradisional Arab yang disebut oud, dan botol-botol air suci Zamzam.
Ia mengatakan kepada para pasien ada pahala besar karena berada di Kabah sebelum proses ibadah haji.
"Ini kehendak Allah," ujarnya kepada setiap pasien. "Penjaga Dua Masjid Suci, semoga Allah melindunginya, sangat khawatir dengan keadaan Anda."
Dr. Salem Bajuifer, direktur medis rumah sakit Al-Noor, mengatakan timnya menerima sekitar 120 pasien, banyak diantaranya mengalami luka serius yang memerlukan amputasi.
Para korban luka di rumah sakit datang dari berbagai negara, termasuk Jerman, Kanada, Turki, Mesir, Indonesia, Pakistan, Suriah dan Iran.
Misi India di Arab Saudi mengatakan dua dari warga negaranya tewas. Pemerintah Saudi belum mengeluarkan rincian mengenai kewarganegaraan atau usia para korban jiwa karena banyak yang masih harus diidentifikasi. Beberapa anak-anak diyakini meninggal dunia.
"Ini trauma besar," ujar Bajuifer ketika ditanya mengenai keadaan emosi pasien dan keluarga mereka. "Jelas semuanya trauma, tidak hanya pasien. Bahkan kami pun trauma."
Karam, yang suaminya telah menjalani operasi lebih dari satu kali untuk kakinya, mengatakan ia terlalu trauma untuk memikirkan apa yang akan terjadi kemudian. Ia melarikan diri dari bom dan perang saudara di Suriah untuk tinggal di Turki, dan tidak pernah menyangka akan berada sangat dekat dengan kematian di tempat tersuci umat Islam.
"Saya masih sangat takut," ujarnya sambil menangis.