Para pejabat Palestina meningkatkan tekanan terhadap Israel untuk membatalkan rencana aneksasi bagian Tepi Barat bulan depan, dengan mengatakan jika Israel melakukannya, mereka akan langsung mendeklarasikan sebuah negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Para pemimpin itu mengatakan, mereka telah menyerah atas proses perdamaian dengan Israel, dan kini akan memperjuangkan pengakuan internasional.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan, Israel membuat kesalahan jika melanjutkan rencananya untuk mencaplok Lembah Yordania dan wilayah sepanjang Laut Mati utara di Tepi Barat. Lembah Yordania, katanya, yang membentang di perbatasan timur dari Tepi Barat di sepanjang perbatasan dengan Yordania, sangat penting bagi masa depan negara Palestina.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan, “Wilayah itu adalah penghasil sayuran untuk Palestina. Luas Lembah Yordania 1622 kilometer persegi. Lembah Yordania meliputi 28 persen dari Tepi Barat. Lembah Yordania adalah perbatasan kami dengan Yordania, jadi aneksasi ini bagi kami adalah ancaman terhadap keberadaan kami (ancaman eksistensial).'
BACA JUGA: Pasukan Israel Tingkatkan Kesiagaan Jelang Aneksasi Bagian-bagian Tepi BaratMenurut rencana perdamaian Timur Tengah dari Presiden AS Donald Trump, Israel dapat menganeksasi 30 persen Tepi Barat termasuk semua permukiman Yahudi dan Lembah Yordania. Shtayyeh menambahkan, melakukan aneksasi itu berarti akhir dari segala bentuk negara Palestina yang layak dan akan mempunyai konsekuensi.
“Kami menunggu dan menekan Israel untuk tidak menganeksasi. Jika Israel akan mencaploknya setelah tanggal satu Juli, kami akan beralih dari Otoritas sementara Palestina ke sebuah bentuk negara. Dari situ kami menuju ke tahap berikutnya,” tandas Shtayyeh.
Shtayyeh menggambarkan tahap berikutnya untuk menciptakan negara Palestina sesuai perbatasan sebelum tahun 1967 yang berarti, sebuah negara di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
“Itu berarti akan ada dewan pendiri, akan ada deklarasi konstitusional, dan Palestina akan berada di perbatasan seperti tahun 1967 dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Kami akan meminta masyarakat internasional untuk mengakui fakta ini. Seperti itulah sikap kami dan seperti yang telah dikatakan, saya pikir dunia dan kami harus menghadapi kenyataan yang ada," tambahnya.
Negara yang diusulkan Shtayyeh menghadapi beberapa hambatan. Jalur Gaza dikendalikan oleh kelompok Islam Hamas, saingan lama gerakan Fatah. Yerusalem Timur telah dianeksasi oleh Israel dan AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana.
Bulan lalu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan, ia akan mengakhiri kerja sama keamanan dengan Israel. Langkah itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Palestina dapat menyerang tentara dan warga sipil Israel jika aneksasi berjalan sesuai jadwal pada 1 Juli 2020. [ps/jm]