Pameran seni rupa dengan tema "Membatalkan Keperempuanan" berlangsung di Sangkring Art Project di desa Nitiprayan, Bantul Yogyakarta hingga 15 Maret 2012, diikuti 11 perupa yang umumnya lulusan Institut Seni (ISI) Yogyakarta, ditambah dua seniman yang masih belia yaitu Deidra Mesayu (15 tahun) siswa Sekolah Menengah Seni Rupa, dan Arini Imani Sophia, mahasiswa Universitas Gajah Mada.
Ketua Panitia penyelenggara Invani Lela Herliana mengatakan dipilihnya tema Membatalkan Keperempuanan untuk mengajak para perempuan terutama para perupa mendefinisikan ulang tentang peran sosial mereka.
"Yang dibatalkan itu, kita mendefinisikan kita sendiri itu apa to, makanya sudahlan kita batalkan dulu. Ketika kita batalkan ada ruang kosong disitu (dalam pikiran kita), nah ruang kosong itu yang silakan, monggo diisi,” ujar Invani Lela Herliana.
Yustina Dewi Ardhani dari Pusat Studi Perempuan, Media dan Seni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengatakan, menjadi seniman perempuan memang sulit karena konstruksi sosial-budaya telah membentuk mereka lebih sebagai pesaing bagi seniman laki-laki.
”Menjadi seniman perempuan jauh tidak mudah daripada menjadi seniman laki-laki. Karena sebelum dia berkarya (dan masih) dalam gagasan-pun orang sudah menilai. Apa yang akan dimunculkan, begitu karya muncul orang menilai lagi, wah ini hanya akan menentang laki-laki,” ungkap Yustina Dewi Ardhani.
Para perupa perempuan sendiri mempunyai pengalaman dan tantangan yang beragam ketika mereka berkarya, ada yang harus bersaing ada yang dengan mudah bekerjasama dengan perupa laki-laki.
Leni Ratna Sari, perupa perempuan asal Yogyakarta yang banyak berkarya di Singapura dan kawasan Eropa, mengaku ia tidak menghadapi banyak masalah, karena perempuan dan laki-laki baginya hanya soal bentuk tubuh saja yang berbeda.
Leni mengatakan, ”Bagi aku, gender itu bukan permasalahan besar, jadi seniman bicara lebih pada hak-hak social karena sudah ada porsi masing-masing. Ketika kita tarik ke porsi masing-masing jelas kok, cuman pembentukan tubuh saja, anatomi pada tubuh.”
Utin Rini yang memamerkan 3 lukisan dan karya tiga-dimensi, justru merasa beruntung telah memilih profesi sebagai seniman perempuan.
”Saya lebih diuntungkan ketika memilih sebagai seniman. Beban memilih sebagai seniman itu lebih ringan karena tidak ada tuntutan saya (sebagai istri) untuk menafkahi siapapun, jadi saya lebih bebas,” aku Utin Rini.
Panitia juga menyelenggarakan pameran senirupa Online sekaligus membuat database perupa perempuan Yogyakarta, 10 Maret hingga 10 Mei, dan Pesta Rakyat bersama para perempuan perajin emping melinjo di dusun Tegalkenongo, Bantul 24 Maret.