Presiden Joko Widodo mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk menjadi bagian dalam penyelesaian masalah terkait krisis kemanusiaan yang menimpa warga etnis Rohingya, di Rakhine State, Myanmar.
Hal itu menjadi salah satu poin penting yang disampaikan Presiden saat berbicara dalam sesi pleno KTT ke-33 ASEAN di Suntec Convention Centre, Singapura, kemarin, Selasa (13/11).
BACA JUGA: Pakar PBB Minta Bangladesh Batalkan Rencana Repatriasi RohingyaASEAN, kata Presiden Jokowi, membutuhkan komitmen dari semua negara anggota untuk tetap menjaga perdamaian dan kesejahteraan di kawasan sebagai satu keluarga.
"Krisis kemanusiaan Rakhine State belum juga dapat diselesaikan. Krisis ini telah mengundang kekhawatiran dan menciptakan defisit kepercayaan masyarakat internasional. Sebagai satu keluarga, Indonesia sangat mengharapkan kiranya dapat dilakukan langkah maju penyelesaian krisis kemanusiaan ini," ujar Presiden.
Presiden Jokowi menambahkan, dalam permasalahan tersebut, ASEAN hendaknya hadir dan terlibat sebagai bagian dari penyelesaian masalah. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran apabila krisis kemanusiaan ini dibiarkan terus berlanjut, akan memiliki dampak yang tidak baik bagi Myanmar dan ASEAN itu sendiri.
"Indonesia siap!. ASEAN, saya yakin juga siap membantu Pemerintah Myanmar untuk menciptakan kondisi kondusif di Rakhine State, di mana freedom of movement dihormati, tidak terdapat diskriminasi, dan pembangunan dilakukan secara inklusif," kata Jokowi menambahkan.
Terkait hal itu, Jokowi menyambut baik hasil pembicaraan di tingkat menteri luar negeri negara-negara ASEAN. Melalui pembicaraan tersebut, AHA Centre, organisasi antar pemerintah yang didirikan negara-negara ASEAN dan bergerak di bidang koordinasi manajemen bencana, rencananya akan dilibatkan dalam membantu penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine State.
"Saya berharap detail mandat dan mekanisme peranan AHA Center dan ASEAN dapat segera diselesaikan," tandasnya.
BACA JUGA: Mahathir Kecam Keras Suu Kyi dalam Tangani Krisis RohingyaSeperti yang telah sering diberitakan, sejak Agustus 2017, setidaknya 700 ribu warga etnis Rohingya di Myanmar telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, untuk menyelamatkan diri dari kekerasan massal yang dilakukan oleh militer Myanmar.
Kemarin, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, juga mengecam keras pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, dalam menangani pembunuhan massal dan pengungsian warga Rohingya. [au/ft]