Presiden Joko Widodo, Rabu (7/9), mengatakan kemungkinan Indonesia akan kalah dalam menghadapi gugatan terkait larangan ekspor bijih nikel negara yang diberlakukan pada 2020. Gugatan tersebut dilayangkan Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun terlepas dari keputusan WTO dalam perselisihan tersebut, Indonesia akan melanjutkan rencana untuk memberlakukan larangan serupa pada ekspor komoditas mentah lainnya, kata Presiden.
Indonesia adalah pengekspor nikel terbesar di dunia sebelum kebijakan pelarangan ekspor bijih diberlakukan dua tahun lalu. Pemerintah menerapkan kebijakan tersebut untuk menarik investor asing. Para cukong tersebut diharapkan akan membangun smelter nikel dan industri hilir di darat, dan investor China adalah sumber investasi yang signifikan di Tanah Air.
BACA JUGA: Digugat ke WTO, Jokowi Tetap Setop Ekspor Nikel MentahKetika larangan ekspor nikel diberlakukan pada 2020, Uni Eropa mengeluhkan hal itu kepada WTO bahwa pembatasan tersebut secara tidak adil membatasi akses produsen baja nirkaratnya ke nikel khususnya, dan komoditas mineral lainnya.
"Sepertinya kita akan kalah di WTO, tapi tidak apa-apa, industrinya sudah dibangun," kata Jokowi.
Larangan tersebut telah meningkatkan pendapatan ekspor pemerintah, kata Jokowi. Pemerintah mencatat angka pengiriman bijih nikel mencapai $1 miliar pada tujuh tahun lalu, dibandingkan dengan ekspor produk berbasis nikel senilai $20,9 miliar pada 2021.
WTO membentuk panel yang mengawasi perselisihan Uni Eropa dan Indonesia pada April 2021 dan diperkirakan akan mengeluarkan laporan akhirnya pada kuartal terakhir 2022, menurut situs web badan yang berbasis di Jenewa itu. Panel biasanya menilai apakah klaim pengadu beralasan dan jika demikian, merekomendasikan perubahan.
BACA JUGA: Pulihkan Ekonomi Nasional, Pemerintah Kejar Target Investasi Rp1.200 Triliun di 2022Komisi Eropa, badan eksekutif Uni Eropa, tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui email.
Jokowi menegaskan Indonesia akan berhenti mengekspor tembaga mentah, bauksit, dan timah untuk mendorong investasi asing dan membantu negara ini dalam meningkatkan rantai nilai dalam pemrosesan sumber daya di dalam negeri.
"Jika kita konsisten (dengan kebijakan ekspor), saya yakin pada 2030 produk domestik bruto kita akan mencapai di atas $3 triliun," katanya.
Pada 2021, Indonesia mencatatkan $1,19 triliun produk domestic bruto (PDB). [ah/rs]