Presiden Joko Widodo perintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menurunkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) untuk COVID-19 menjadi sekitar Rp450 ribu-Rp550 ribu. Ia menekankan, salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR.
“Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini. Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp450 ribu sampai Rp550 ribu,” ungkap Jokowi di Jakarta, Minggu (15/8).
Jokowi juga mengintruksikan agar hasil tes PCR bisa keluar dengan cepat yakni maksimal 1x24 jam. Saat ini, banyak tempat pelaksana tes yang mematok harga lebih mahal, agar hasil yang dikeluarkan bisa lebih cepat. Semakin cepat hasilnya, maka semakin mahal harga tes PCR tersebut.
“Selain itu saya juga minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1x24 jam. Kita butuh kecepatan,” tuturnya.
Perintah Jokowi tersebut dilakukan menyusul berbagai kritik yang dilayangkan masyarakat kepada pemerintah terkait harga tes PCR di Tanah Air yang masih tergolong mahal, yakni hingga mencapai Rp1 juta. Masyarakat pun membandingkan harga tes PCR di India yang hanya sebesar Rp96 ribu. Sementara sudah banyak negara-negara lain yang bahkan sudah menggratiskan tes PCR tersebut.
Reagen Masih Impor
Ahli Epidemiologi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Riris Andono menduga salah satu faktor penyebab mahalnya tes PCR di Indonesia dibandingkan dengan negara lain adalah karena pemerintah masih mengimpor berbagai komponen untuk melakukan tes PCR. Salah satunya adalah reagen. Sementara, banyak negara-negara yang sudah bisa memproduksi komponen-komponen tersebut di negeri mereka masing-masing.
“Kalau reagen dari PCR itu setahu saya memang impor. Dan saya juga tidak tahu komponennya apa saja sehingga harga tesnya beda dengan di India. Tapi kalau di India kan memang bisa bikin sendiri, karena industri teknologi kedokteran di India jauh lebih maju,” ungkapnya kepada VOA.
Riris Andono mengemukakan ada kemungkinan pemerintah India juga memberikan subsidi untuk harga tes PCR tersebut sehingga masyarakat bisa mendapatkan tes yang lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.
BACA JUGA: Mungkinkah Hidup Berdampingan dengan Corona?Ia mengakui memang banyak komponen dan variabel yang harus dilihat untuk bisa membandingkan harga tes PCR di negara lain dengan Indonesia. Ia sendiri tidak tahu apa saja komponen-komponen yang dipatok oleh pemerintah sehingga harga tes PCR di Tanah Air bisa lebih mahal.
“Banyak variabelnya untuk membandingkan situasinya. Biar apple to apple,” tuturnya.
Terkait kecepatan waktu testing yang diminta Jokowi menjadi maksimal 1x24 jam, menurutnya hal tersebut bisa saja dilakukan. Namun diperlukan manajemen laboratorium yang baik, serta infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk memenuhi target Presiden.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan pada Oktober 2020 telah mengatur batasan harga tertinggi untuk tes PCR melalui Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), yakni Rp900 ribu.
Your browser doesn’t support HTML5
Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. Namun, di lapangan, banyak pihak swasta yang mematok tarif lebih dari Rp1 juta, jika ingin hasil tes PCR diterima dalam kurun waktu 24 jam.
Batasan tarif tertinggi itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien COVID-19. [gi/ah]