Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Josef Nae Soi dalam konferensi pers secara daring, Rabu (14/4/2021), menyebutkan jumlah korban meninggal akibat bencana alam siklon tropis Seroja bertambah menjadi 181 jiwa, dari 178 sehari sebelumnya.
Josef menjelaskan tambahan tiga korban jiwa adalah korban yang ditemukan sudah meninggal, sehingga tidak mengurangi jumlah 47 korban yang hilang.
“Kita tahu bahwa rumah-rumahnya itu semuanya hanyut sehingga Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) sulit dideteksi. Mudah-mudahan tidak ada penambahan korban baru,” papar Josef Nae Soi dari Posko Tanggap Darurat Bencana Siklon Tropis Seroja di Aula El Tari, Kantor Gubernur NTT di kota Kupang.
Kerusakan materiil dalam bencana di NTT berupa rumah rusak berat sebanyak 17.124 unit, rumah rusak sedang 13.652 unit dan rusak ringan 15.733 unit.
“Total pengungsi adalah 49.512 jiwa, tapi sudah banyak yang kembali ke rumah-rumah keluarga bahkan juga sudah kembali ke rumah sendiri dan rumahnya tergolong rusak ringan,” jelas Josef.
Ditambahkannya, hampir seluruh desa yang terisolasi telah terjangkau untuk pendistribusian logistik bantuan melalui transportasi darat, laut dan udara.
Berdasarkan data Desk Relawan NTT, saat ini terdapat 88 lembaga kemanusiaan yang turut membantu penanganan dampak bencana melalui bantuan evakuasi, terpal, pangan, layanan medis, obat-obatan, bantuan non-pangan dan dukungan psikososial.
Your browser doesn’t support HTML5
Kesulitan Air Bersih
Pastor Marianus Dewantoro Welan, Direktur Caritas Keuskupan Larantuka mengatakan selain pendistribusian bantuan bagi warga terdampak bencana, pihaknya berupaya mengatasi masalah pasokan air bersih akibat jaringan pipa terputus yang dialami warga di Desa Kawela, Kecamatan Wotan Ulu Mado, Kabupaten Flores Timur.
“Kita sementara mencari jalan, siap membelanjakan pipa dan mendistribusikan ke wilayah terdampak dan kebutuhan air ini sangat vital juga untuk beberapa desa yang lain. Terus terang beberapa akses jalan yang putus itu yang kemudian membuat mereka sepertinya tak berdaya,” kata Marianus Dewantoro Welan ketika dihubungi dari Palu, Rabu (14/4) malam.
Dikatakannya dalam penanganan dampak bencana, Caritas Keuskupan Larantuka berupaya memastikan pemenuhan kebutuhan bagi kelompok rentan seperti lansia, perempuan, ibu hamil, dan bayi, termasuk layanan psikososial bagi anak-anak yang mengalami trauma.
Layanan Psikososial untuk Anak
Dewi Sri Sumanah, Media and Brand Manager Save the Children Indonesia kepada VOA menceritakan di salah satu lokasi pengungsian pihaknya menemukan dua anak berusia 10 dan enam tahun yang akan memeluk erat orang tuanya ketika mendengar suara-suara yang mirip situasi saat terjadi angin kencang di Kupang. Rumah Susan dan Santi hancur terbawa angin dan banjir.
“Bahkan ketika, misalnya, ada suara gemuruh sedikit saja, Ada orang berisik atau ada orang ribut begitu anak-anak sangat memegang erat orang tuanya karena saking takut dan cemas,” tutur Dewi.
Apa yang dialami Santi dan Susan itu, menurut Dewi, mewakili situasi yang dirasakan oleh anak-anak lainnya di berbagai lokasi pengungsian.
Save the Children Indonesia sejak hari kedua pascabencana rutin menggelar layanan dukungan psikososial di sejumlah lokasi pengungsian di Kota Kupang. Setidaknya ada sekitar 150 anak yang secara bergantian menerima layanan itu.
“Layanan dukungan psikososial ini menjadi sangat penting untuk anak karena bisa membantu anak-anak melewati masa sulit mereka. Bayangkan mereka biasanya tidur di kamar dengan kehangatan orang tua. Ini mereka harus tidur di pengungsian,” kata Dewi.
Ditambahkannya, layanan dukungan psikosial untuk anak-anak mencakup edukasi tentang siaga bencana, pencegahan COVID-19, menjaga diri di lokasi pengungsian serta perilaku hidup bersih dan sehat.[yl/lt]