Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Bali diperkirakan terus bertambah dan saat ini diperkirakan mencapai 26.000 orang.
DENPASAR —
Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya mengatakan bahwa meski jumlah resmi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Bali adalah 8.141 orang, namun jumlah sebenarnya diperkirakan mencapai 26.000.
Perkiraan tersebut didasarkan atas hasil pemantauan sebaran kasus HIV/AIDS di Bali dan survei pada 2012 terhadap 2.000 responden, dimana 20 persen diantaranya HIV positif.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak ODHA yang belum terdata dan berpotensi menyebarkan HIV, ujar Suarjaya dalam keteranganya di sela-sela peringatan Hari Kesehatan Nasional di Denpasar Bali pada Selasa pagi (12/11).
Ia mengatakan dalam upaya menekan penularan HIV di Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali akan lebih memaksimalkan sosialisasi penggunaan kondom. Suarjaya menyebutkan dalam setahun pemerintah provinsi membagikan sekitar 80.000 kondom dengan target para pekerja seks dan pelanggannya.
“Penggunaan (kondom) itu belum maksimal. Kita siapkan sebanyak mungkin, berapa pun, kita sebarkan melalui klinik CST (Care, Support and Treatment) dan VCT (Voluntary Counseling and Test). Kita juga sebarkan melalui LSM, karena ini tidak dari pemerintah pusat saja, dari provinsi dan dari LSM,” ujarnya.
Menurut Suarjaya, dalam upaya memaksimalkan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah provinsi Bali pada 2014 akan mengalokasikan dana Rp 6 miliar, dan memaksimalkan klinik-klinik VCT atau klinik test HIV secara sukarela.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Karyasa Adnyana mengusulkan agar tes VCT untuk pegawai tempat hiburan bukan lagi dilakukan secara sukarela tetapi menjadi kewajiban.
“Kalau di tempat hiburan itu harus dipaksa, sehingga datanya jelas,. Kalau sudah jelas seperti itu tentu harus dilakukan konseling, kalau dia tidak memenuhi secara administrasi dia harus dipulangkan. Karena sekarang sudah terdeteksi lagi tidak di tempat hiburan saja karena penyebarannya sudah masuk ke rumah tangga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kerti Praja, Dewa Nyoman Wirawan mengusulkan agar pemerintah provinsi Bali melibatkan para pekerja seks dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, terutama dalam upaya sosialisasi penggunaan kondom
“Kerja sama ya dengan populasi kunci, yang kita sebut dengan populasi kunci, ya pekerja seks-nya, germo-nya. Sebab kalau sudah kita ajak kerjas ama kita jelaskan kepada mereka, bahwa sekarang ada wabah penyakit seperti ini, mereka harus ikut menanggulangi,” ujarnya.
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali, dari 8.141 orang dengan HIV/AIDS di Bali hingga Agustus 2013, tercatat 77,7 persen tertular melalui hubungan heteroseksual dan 4,4 persen melalui hubungan homoseksual. Sementara dari segi umur, tercatat 39,4 persen berumur 20-29 tahun dan 36,13 persen berumur 30-39 tahun.
Perkiraan tersebut didasarkan atas hasil pemantauan sebaran kasus HIV/AIDS di Bali dan survei pada 2012 terhadap 2.000 responden, dimana 20 persen diantaranya HIV positif.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak ODHA yang belum terdata dan berpotensi menyebarkan HIV, ujar Suarjaya dalam keteranganya di sela-sela peringatan Hari Kesehatan Nasional di Denpasar Bali pada Selasa pagi (12/11).
Ia mengatakan dalam upaya menekan penularan HIV di Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali akan lebih memaksimalkan sosialisasi penggunaan kondom. Suarjaya menyebutkan dalam setahun pemerintah provinsi membagikan sekitar 80.000 kondom dengan target para pekerja seks dan pelanggannya.
“Penggunaan (kondom) itu belum maksimal. Kita siapkan sebanyak mungkin, berapa pun, kita sebarkan melalui klinik CST (Care, Support and Treatment) dan VCT (Voluntary Counseling and Test). Kita juga sebarkan melalui LSM, karena ini tidak dari pemerintah pusat saja, dari provinsi dan dari LSM,” ujarnya.
Menurut Suarjaya, dalam upaya memaksimalkan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah provinsi Bali pada 2014 akan mengalokasikan dana Rp 6 miliar, dan memaksimalkan klinik-klinik VCT atau klinik test HIV secara sukarela.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Karyasa Adnyana mengusulkan agar tes VCT untuk pegawai tempat hiburan bukan lagi dilakukan secara sukarela tetapi menjadi kewajiban.
“Kalau di tempat hiburan itu harus dipaksa, sehingga datanya jelas,. Kalau sudah jelas seperti itu tentu harus dilakukan konseling, kalau dia tidak memenuhi secara administrasi dia harus dipulangkan. Karena sekarang sudah terdeteksi lagi tidak di tempat hiburan saja karena penyebarannya sudah masuk ke rumah tangga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kerti Praja, Dewa Nyoman Wirawan mengusulkan agar pemerintah provinsi Bali melibatkan para pekerja seks dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, terutama dalam upaya sosialisasi penggunaan kondom
“Kerja sama ya dengan populasi kunci, yang kita sebut dengan populasi kunci, ya pekerja seks-nya, germo-nya. Sebab kalau sudah kita ajak kerjas ama kita jelaskan kepada mereka, bahwa sekarang ada wabah penyakit seperti ini, mereka harus ikut menanggulangi,” ujarnya.
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali, dari 8.141 orang dengan HIV/AIDS di Bali hingga Agustus 2013, tercatat 77,7 persen tertular melalui hubungan heteroseksual dan 4,4 persen melalui hubungan homoseksual. Sementara dari segi umur, tercatat 39,4 persen berumur 20-29 tahun dan 36,13 persen berumur 30-39 tahun.