Sebuah perkumpulan besar jurnalis India mendesak pemerintah untuk menolak proposal pengaturan berita bohong di media sosial, dengan alasan perubahan terhadap aturan teknologi informasi di negara itu akan serupa dengan tindak penyensoran.
Proposal itu akan melarang platform media sosial menampung informasi apa pun yang dianggap pihak berwenang merupakan berita bohong, dalam langkah terbaru yang diambil pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi untuk mengendalikan perusahaan raksasa teknologi.
Informasi yang dianggap “bohong atau keliru” oleh Biro Informasi Pers atau badan lain yang diberi izin untuk melakukan pemeriksaan fakta oleh pemerintah akan dilarang beredar berdasarkan rancangan amandemen yang dikeluarkan hari Selasa (17/1).
BACA JUGA: Jurnalis Pemenang Pulitzer asal Kashmir Dilarang Terbang ke AS untuk Terima PenghargaanPersekutuan Editor India, dalam pernyataannya Rabu (18/1) malam, mendesak pemerintah untuk membatalkan proposal tersebut dan memulai “konsultasi yang berarti” dengan para pemangku kepentingan untuk membahas kerangka regulasi media digital.
Dengan menyatakan bahwa “penentuan berita palsu [atau bukan] tidak boleh hanya ditentukan oleh pemerintah,” perkumpulan itu memperingatkan bahwa amandemen itu akan “mempermudah upaya memberangus pers bebas” dan “memaksa perantara online untuk menghapus konten yang dianggap pemerintah bermasalah.”
“Proposal ini akan meredam kritik yang sah terhadap pemerintah dan akan menimbulkan dampak parah terhadap kemampuan pers untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah, yang berperan penting dalam suatu demokrasi,” ungkapnya. [rd/jm]