Dalam wawancara khusus tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa persoalan Papua adalah masalah domestik Indonesia dan pemerintah tidak akan memperlebar isu Papua menjadi masalah internasional.
Jusuf Kalla, yang akrab dipanggil JK, juga mengatakan bahwa kritik internasional terhadap krisis di Papua sifatnya sangat kecil dan terbatas, karena kejadian di Papua bukan merupakan suatu pelanggaran HAM.
“Kritik internasional (terhadap krisis Papua) itu suatu yang sangat kecil, terbatas. Karena itu bukan merupakan suatu pelanggaran HAM, tetapi merupakan sesuatu yang terjadi akibat gesekan-gesekan antar masyarakat,” tandas JK.
BACA JUGA: Kerusuhan di Papua, Sedikitnya 20 TewasJK juga menambahkan bahwa pemerintah menerima kritik itu sebagai suatu upaya perbaikan, tetapi juga mengingatkan bahwa negara lain juga mempunyai tanggung jawab untuk saling bekerja sama, saling membantu bila ada masalah. Selanjutnya, JK mengatakan bahwa selama ini pemerintah Indonesia sudah sangat besar proporsi perannya dalam membangun Papua.
Ketika ditanya apakah pemerintah siap berdialog soal Papua, Wapres JK mengatakan bahwa prinsip dasar bangsa Indonesia adalah segala konflik bisa diselesaikan secara dialog dan pemerintah selalu siap untuk mendahulukan dialog. Namun, JK menambahkan bahwa dialog itu harus dapat mewakili aspirasi yang ada di masyarakat (Papua) dan dialog yang dilakukan harus dalam konteks sama-sama sebagai satu bangsa.
BACA JUGA: Benny Wenda Serukan Komisaris Tinggi HAM PBB Kunjungi PapuaKetika disinggung mengenai pencalonan Indonesia sebagai anggota Komisi HAM PBB untuk 2020, Wapres Jusuf Kalla mengingatkan pentingnya Indonesia berperan aktif dalam Dewan HAM PBB, karena konstitusi Indonesia, UUD 1945 mengamanatkan untuk ikut menjaga perdamaian dunia berdasarkan kesejahteraan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.
“Semua apa-apa tujuan perdamaian di dunia ini kan menyangkut HAM. Indonesia juga ikut serta dalam pendirian Dewan HAM itu. karena itu Indonesia mencalonkan diri untuk menjadi anggota Komisi HAM itu,” tambah Jusuf Kalla.
Benny Wenda Tuntut RI Izinkan Komisaris HAM PBB Kunjungi Papua
Sementara itu, dalam wawancara terpisah dengan VOA di New York, Jumat (27/9), Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda menuntut agar pemerintah Indonesia mengizinkan Komisaris Tinggi HAM PBB untuk mengunjungi Papua.
"Lihat situasi dulu apa yang terjadi. Itu yang saya minta ke Indonesia, terutama Presiden Jokowi," tegasnya.
Dikatakan Benny, pihaknya meminta kemerdekaan Papua Barat karena ada banyak ketidakadilan di wilayahnya. Ia mengklaim ada 5 ribu orang Papua yang telah dibunuh, 40 ribu orang dipindahkan dan 400 anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah. Apalagi isu rasis dan diskriminasi akhir-akhir, lanjutnya, juga membuat sekitar 2 ribu mahasiswa meninggalkan Indonesia.
"Saya membela hak bangsa saya untuk menyuarakan ketidakdilan yang terjadi," tukasnya.
Benny meyakini bahwa rakyat Papua memang menginginkan kemerdekaan. Untuk itu, ia berjuang untuk merdeka.
"100% saya confident that 100% orang Papua mau merdeka. Tahun 2000 saya memimpin bangsa saya. Saya tahu persis rakyat Papua mau merdeka," tegasnya.
Benny sendiri menghadiri Sidang Umum PBB sebagai salah satu delegasi Vanuatu. Kehadirannya di forum-forum internasional dibutuhkan untuk melobi dan meraih dukungan negara-negara atas kemerdekaan Papua. Ia merasa harus menyampaikan situasi Papua Barat, yang diklaim penuh dengan kekerasan militer, kepada dunia dan terutama anggota-anggota PBB, mengingat Indonesia adalah salah satu anggotanya.
Benny juga memastikan ia siap melakukan penandatangan referendum dengan Jokowi terkait kemerdekaan Papua Barat.
"Saya siap bertandatangan dengan Presiden Jokowi, bukan orang di bawahnya. Saya adalah pemimpin bangsa Papua, jadi saya tidak bisa bicara dengan orang-orang di bawah. Saya mau presiden dan kami tandatangan untuk hold referendum. Itu permintaan saya," paparnya.
Lebih lanjut Benny menegaskan perlunya Indonesia untuk bersikap "dewasa". Indonesia, katanya, harus belajar dari Perancis terkait kasus referendum New Caledonia pada tahun 2018. Demikian pula dengan Papua Nugini dan Pemerintah Otonom Bougainville yang akan melakukan referendum pada bulan depan.
"Saya harap Jokowi dan jajarannya belajar apa yang terjadi di Pasifik. Ini waktunya Jokowi mengizinkan Papua menentukan takdirnya sendiri. Kami akan bantu (memulihkan) nama baik pemerintah Indonesia setelah kami merdeka," tukas Benny.
Ketika disinggung bagaimana pendapatnya mengenai pembangunan infrastruktur di Papua oleh pemerintahan Jokowi, Benny melihat hal itu sebagai sesuatu yang wajar. "Indonesia punya obligasi untuk bangun tanah Papua karena resource Papua dibawa ke Jakarta," katanya.
Ia menganalogikan apa yang dilakukan Indonesia itu sama halnya ketika Belanda membangun Indonesia di masa penjajahan. "Sama saja Belanda bangun railway, (ketika) Indonesia merdeka, mereka tidak bawa pulang karena Belanda punya obligasi untuk membangun. Jadi perjuangan bangsa Papua adalah melawan sistem," katanya.
Benny berani menjamin Papua akan menjadi negara tetangga yang baik bagi Indonesia jika merdeka nanti. Ia juga merindukan kedamaian yang hakiki terjadi di Papua.
"Saya mau lihat pendatang dan orang Papua hidup berdampingan dengan damai. Mereka berkebun, melaut, mereka happy side by side," tukasnya menutup perbincangan. (pp/ah/ft)