Badan Perencananaan Pembangunan Nasional pada hari Selasa di Kantor Bappenas meluncurkan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2009. Indeks Demokrasi Indonesia sebesar 67.30.
Direktur Nasional Proyek Indeks Demokrasi Indonesia Raden Siliwanti menjelaskan Indeks Demokrasi Indonesia ini dioperasikan kedalam tiga aspek kinerja demokrasi yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi.
Hasil Indeks Demokrasi Indonesia menunjukkan bahwa aspek kebebasan sipil mendapatkan indeks paling tinggi yaitu 86.97. Disusul oleh Lembaga Demokrasi sebesar 62.72 dan yang paling kecil adalah hak-hak politik 54.60.
Lebih lanjut, Raden Siliwanti mengungkapkan dari 33 provinsi yang ada, Indeks Demokrasi di Kalimantan Tengah dan Riau menduduki tingkat paling tinggi.
Sedangkan Nusa Tenggara Barat memiliki indeks demokrasi yang paling rendah. "Aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan aspek institusi demokrasi. Variabelnya ada 11 mulai dari kebebasan berkumpul, berserikat, berpendapat, berkeyakinan dan kebebasan dari diskriminasi. Hak-hak politik tersebut adalah hak-hak untuk dipilih dan memilih, hak partisipasi politik terutama dalam pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap pemerintah. Tahun 2009 itu menunjukan angka 67.30," ujar Siliwanti.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan meskipun aspek kebebasan sipil mendapat indeks yang tinggi, Indonesia tetap dituntut untuk lebih meningkatkan kerja demokrasinya.
Menurut Suyanto, keberadaan Indeks Demokrasi Indonesia sangat penting karena melalui IDI keadaan demokrasi di masing-masing provinsi di Indonesia dapat digambarkan dengan jelas apakah berada pada tingkat kondisi demokrasi yang baik atau kurang baik. Indeks Demokrasi Indonesia ini juga untuk membantu pemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan di bidang politik.
Lebih lanjut Suyanto mengatakan, "Kita pupuk dan kita kelola dengan sebaik-baiknya dalam hal bagaimana kita meningkatkan kedewasaan kehidupan demokrasi kita juga kualitas kehidupan demokrasi kita."
Sementara itu, Cendikiawan Muslim Indonesia yang juga merupakan pendiri Maarif Institute, Ahmad Syafii Maarif, menilai Indeks demokrasi Indonesia ini bukanlah ukuran yang cukup untuk melihat keadaan demokrasi Indonesia yang sebenarnya.
Ia mengatakan," Indeks tidak cukup realitasnya bagaimana. Kan sekarang sudah banyak orang mengatakan enak zaman Pak Harto, itu artinya kekecewaan sudah sangat mendalam sekali, tanggapi kekecawaan ini. Apa gunanya, sistem ini untuk kesejahteraan umum itu belum tercapai. Saya katakan 20 persen yang merasakan yang 80 persen ini belum merasakan. Kalau arah pembangunan tidak ke sini, memperbaiki yang ada dibawah piramida, itu jelas pengkhianatan."
Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2009 ini disusun oleh Bappenas bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik atas dukungan UNDP di Indonesia.