Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) pada hari Selasa (18/10) meminta pihak berwenang Iran untuk mengadakan “penyelidikan yang cepat, tidak memihak dan independen” terhadap dugaan pelanggaran menyusul demonstrasi anti-pemerintah di seantero republik Islam itu.
“Penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan tidak proporsional secara berkelanjutan terhadap pengunjuk rasa harus dihentikan,” kata juru bicara OHCHR Ravina Shamdasani, yang juga mendesak pihak berwenang “untuk mengatasi penyebab mendasar dari keluhan masyarakat ketimbang menggunakan kekerasan untuk menekan unjuk rasa.”
Pernyataan itu disampaikan menyusul aksi protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini 16 September lalu, yang memasuki minggu kelima. Perempuan berusia 22 tahun itu ditahan polisi moral Iran karena caranya berpakaian.
BACA JUGA: Tindak Keras Demonstran, Uni Eropa Kenakan Sanksi atas Polisi Moral IranDemonstrasi yang diikuti pelajar, pekerja tambang minyak dan lainnya di lebih dari 100 kota itu menjadi tantangan paling serius yang dihadapi negara teokrasi Iran semenjak protes massal terkait pemilihan presiden 2009 yang disengketakan.
Sejauh ini, beberapa kelompok pegiat HAM memperkirakan lebih dari 200 orang tewas dalam unjuk rasa tersebut, menyusul tindakan keras pasukan keamanan. Iran sendiri tidak melaporkan jumlah korban tewas selama berminggu-minggu.
“Beberapa sumber menyatakan bahwa sebanyak 23 anak telah tewas dan banyak lainnya yang terluka di sedikitnya tujuh provinsi (di Iran) akibat peluru tajam, pellet logam dari jarak dekat dan pemukulan fatal,” kata Shamdasani. Ia mengingatkan Iran akan “kewajiban mereka untuk melindungi hak hidup anak-anak dalam kondisi seperti apa pun.”
Pada pertemuan dua mingguan di Jenewa, Shamdasani juga mengomentasi kebakaran yang terjadi di Penjara Evin Iran, yang merusak salah satu bangunan terbesar di kompleks penjara itu akhir pekan lalu.
Pihak berwenang menyatakan pada hari Senin (17/10) bahwa jumlah korban tewas dalam kebakaran itu naik menjadi delapan orang, dua kali lipat dari angka semula. [rd/jm]