Ribuan orang Tamil diduga dibunuh dan perempuan diserang secara seksual dan diperkosa oleh pasukan keamanan Sri Lanka dalam enam bulan terakhir dari 26 tahun perang saudara di negara itu.
Dalam laporannya yang dirilis akhir Januari, Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mendokumentasi berbagai pelanggaran di Sri Lanka termasuk pembunuhan ekstra yudisial, penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan kekerasan seksual. OHCHR mencatat, sebagian pelanggaran ini, yang bisa dikategorikan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dilakukan baik oleh militer Sri Lanka maupun Macan Pembebasan Tamil Eelam atau LTTE.
BACA JUGA: Menlu Blinken Tegaskan Komitmen AS untuk Tegakkan Perlindungan HAM UniversalKepala OHCHR Michele Bachelet menyampaikan penilaian yang kritis tentang situasi saat ini di Sri Lanka kepada Dewan HAM PBB (UNHRC). Menurut Bachelet, tidak ada yang dilakukan untuk memastikan keadilan ditegakkan bagi para korban hampir 12 tahun setelah konflik bersenjata itu. Pemerintah Sri Lanka saat ini, kata Bachelet, sama seperti pendahulunya, gagal mewujudkan rekonsiliasi atau menuntut pertanggungjawaban dari para pelakunya.
“Dampak terhadap ribuan orang yang selamat, dari semua komunitas, sangat menghancurkan. Mengatasi kepedihan dan menanggapi pelanggaran pada masa lalu adalah alat penting bagi pencegahan yang menjadi inti tugas Dewan HAM PBB," ujar Bachelet.
Bachelet menambahkan tren yang mengganggu dalam setahun ini menunjukkan kemerosotan serius dalam hak-hak sipil dan politik. Ia mengutip independensi media di Sri Lanka yang menyusut cepat dan independensi peradilan yang terkikis. Selain itu, ia memperingatkan, militerisasi fungsi-fungsi penting sipil yang terus berkembang, secara perlahan mengganggu pemerintahan yang demokratis.
BACA JUGA: Bachelet: Politisasi Covid-19 Dorong Banyak Pelanggaran HAMBachelet mengatakan pemerintah umumnya menolak mengakhiri impunitas melalui sebuah proses nasional. Karenanya, ia mendesak Dewan HAM untuk mencari cara-cara baru untuk memajukan akuntabilitas dan mengusahakan ganti rugi bagi para korban pada tingkat internasional.
Menteri Luar Negeri Sri Lanka, Dinesh Gunawardena menolak laporan OHCHR. “Isi Laporan itu sarat ketidakakuratan faktual yang tampaknya menyamakan kekejaman yang dilakukan LTTE, organisasi teroris yang dilarang secara internasional, dengan tindakan sah yang diambil pemerintah untuk menjaga integritas teritorial negara dan hak rakyat kami untuk hidup."
Menteri itu meminta anggota dewan menolak resolusi apa pun yang dilandaskan pada laporan ini.[ka/jm]