Kartu Pintar Bantu Pemerintah Kelola Konsumsi BBM

  • Iris Gera

Suasana di sebuah SPBU di Samarinda, Kalimantan Timur (Foto: dok). Pemerintah merencanakan penggunaan kartu pintar untuk mengatasi masalah BBM di tanah air.

Selain menawarkan beberapa opsi untuk mengatasi masalah BBM di tanah air, pemerintah juga merencanakan penggunaan kartu pintar di setiap SPBU.
Menurut Direktur Utama PT. Pertamina, Karen Agustiawan kartu tersebut nantinya wajib digunakan setiap kendaraan bermotor dan di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Pengamat kebijakan publik, Andrinov Chaniago menilai setelah harga BBM bersubsidi batal naik, berbagai opsi yang ditawarkan pemerintah merupakan opsi yang sulit diterapkan.

Kepada pers di Jakarta, Senin, Karen Agustiawan menjelaskan Pertamina akan terlibat langsung jika program penggunaan kartu pintar diterapkan. Meski implementasinya sulit, ia berjanji Pertamina akan maksimal melakukan tugas di lapangan mulai dari pengawasan infrastruktur hingga pengawasan jenis kendaraan tertentu melalui Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) agar tidak terjadi penyalahgunaan pemakaian BBM.

“Berapa konsumsinya misalnya motor itu, berapa liter butuhnya. Motor dengan nomor STNK, sama dengan mobil dengan nomor STNK tertentu. Jadi kan, tidak bisa mobil itu, kalau misalnya sudah mengisi 30 liter hari itu, terus mau mengisi lagi 30 liter pada hari itu. Berarti ada sesuatu yang keliru,” kata Karen.

Pengujian sekaligus pengadaan kartu pintar akan ditangani oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang diperkirakan akan menghabiskan biaya sekitar 800 miliar rupiah. Menurut Karen, uji coba program tersebut rencananya akan diterapkan untuk 100 hingga 1.000 kendaraan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

“Ini akan kita uji coba dulu, pakai card reader biasa. Jadi nanti setiap mobil itu ada card reader-nya, dan nanti dihubungkan ke semua. Misalnya ada data base-nya, ada server-nya. Jadi, si mobil itu pindah ke SPBU A mengisi berapa(pun) itu terekam. Kalau nanti dia balik lagi ke SPBU C misalnya, dan mengisi lagi, sudah tidak bisa,” jelas Karen.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago, mengatakan pemerintah kembali melakukan pembicaraan dengan DPR RI agar harga BBM bisa segera naik.

Menurutnya, selain rumit mengimplementasikannya, berbagai opsi yang ditawarkan pemerintah setelah harga BBM batal naik juga butuh biaya besar.

“Sebetulnya ada alasan yang cukup kuat untuk menaikkan harga BBM itu sedikit, misalnya sebesar 10 persen. Dengan kenaikan 10 persen, kita baru mendekati harga di Malaysia yang merupakan juga harga terendah setelah Indonesia," ungkap Andrinov.

Menurut Andriov, BBM Indonesia tetap BBM termurah, paling rendah dan masih di bawah Malaysia. Dengan menaikkan tidak terlalu tinggi harga BBM, akan lebih mudah menghadapi penolakan-penolakan dari masyarakat. "Kalau pemerintah langsung berambisi menaikkan 25 persen harga BBM, sudah pasti penentangan bergulir dan berkembang," kata pengamat kebijakan publik ini.