Fungsi Protokoler dan Kekonsuleran KBRI Beijing Ichsan Firdaus menjelaskan KBRI di ibu kota China, Beijing, memantau dua provinsi yang menjadi tempat agen-agen penyalur pengantin pesanan asal Indonesia. Kedua provinsi tersebut adalah Henan dan Hebei.
"Di China itu ada yang kita catat, di Provinsi Henan dan Provinsi Hebei. Itu memang karena jumlah populasi memang banyak di sana (Henan dan Hebei). Jadi memang mereka mencari pengantin untuk menikah,” papar Ichsan
BACA JUGA: Kemlu Pulangkan 14 WNI Korban Pengantin Pesanan dari ChinaIchsan mengakui dalam beberapa kasus pengantin pesanan sudah ada agen penyalur dari China yang sudah ditahan. Tapi dia mengingatkan memang butuh pendekatan terus menerus agar pihak berwenang di China mau memahami.
Setelah pendekatan terus menerus dengan pihak berwenang di Provinsi Hebei, sekarang kalau warga Indonesia ingin memperpanjang visa tinggal, disuruh ke KBRI Beijing. Atau kalau ada yang mau menikah baru, juga disuruh ke KBRI.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Duta Besar Indonesia untuk China Listyowati menjelaskan KBRI Beijing sudah mengambil langkah-langkah dengan mendekati pihak-pihak berwenang di China untuk membantu penyelesaian masalah warga negara Indonesia yang menjadi korban pengantin pesanan.
Tahun ini, kata Listyowati, terdapat 42 warga Indonesia yang menjadi korban pengantin pesanan. Namun tidak semua perempuan Indonesia itu berada di tempat penampungan, sebagian masih berada di kediaman suami mereka.
Menurut Listyowati, sekarang sudah tidak ada lagi korban pengantin pesanan yang tinggal di tempat penampungan.
Your browser doesn’t support HTML5
Untuk mengatasi korban pengantin pesanan, ia menambahkan, pemerintah Indonesia pada berbagai level melakukan pendekatan dengan pemerintah China, termasuk Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Beragam pendekatan tersebut untuk menyamakan persepsi antara Indonesia dan China mengenai fenomena pengantin pesanan yang terindikasi perdagangan orang. Hingga akhirnya pihak China memahami apa yang menjadi kekhawatiran Indonesia dan masalah 42 perempuan Indonesia yang menjadi korban pengantin pesanan China sudah tertangani.
BACA JUGA: Kemenlu Berupaya Pulangkan WNI Korban Kasus Pengantin Pesanan di ChinaMeski begitu, dia memperingatkan persoalan pengantin pesanan ini belum rampung. Apalagi fenomena pengantin pesanan China terindikasi perdagangan orang sudah berkembang menjadi bisnis yang melibatkan aktor intelektual dan agen-agen penyalur/perekrut. Transaksi dinikmati para perekrut senilai Rp 300 juta-400 juta.
"Kami mengedepankan aspek pencegahan. Yang sudah disampaikan oleh ibu Menlu (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi) adalah memutus mata rantai dan juga melakukan langkah-langkah dari hulu ke hilir. Itu sebetulnya aspek yang penting,” ujar Listyowati.
Listyowati menambahkan di Indonesia juga dilakukan langkah-langkah pencegahan supaya kasus-kasus tersebut tidak terulang lagi. Dia juga mengatakan Indonesia juga mendorong China agar juga memutus mata rantai dari sisi aktor intelektual dan agen-agen penyalur atau perekrut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan pengantin pesanan merupakan bentuk perdagangan manusia yang seharusnya bisa dicegah pemerintah Indonesia sejak awal. Sebab, faktanya banyak pengantin pesanan di China tereksploitasi, mengalami kekerasan, dan sebagian besar tidak bisa pulang ke Indonesia.
Dian menyatakan, satuan tugas pemberantasan perdagangan orang harus aktif dalam pencegahan agar tidak makin banyak perempuan Indonesia menjadi korban pengantin pesanan. Dia meminta Kementerian Luar Negeri harus aktif membahas langkah-langkah pencegahan dan penindakan kasus-kasus pengantin pesanan dengan negara-negara yang warganya terlibat. (fw/ka)