Kebijakan AS-Korea Utara di ‘Persimpangan’ Saat Pemilu AS Makin Dekat

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berbicara saat dia berdiri bersama Presiden AS Donald Trump di selatan Garis Demarkasi Militer yang membagi Korea Utara dan Selatan, di Area Keamanan Bersama (JSA) Panmunjom di zona Demiliterisasi (DMZ) pada 30 Juni 2019 (Foto: AFP/Brendan Smial

Sejak tahun 2017 sebagai presiden, Donald Trump telah mengadakan pertemuan tiga kali dan saling berkirim surat pribadi sedikitnya 25 kali dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Namun komunikasi itu mungkin akan segera berakhir, tergantung pada hasil pemilihan Presiden AS nanti.

Donald Trump mungkin telah merencanakan kembali apa yang akan dilakukannya dengan Korea Utara. Namun penantangnya, Joe Biden menjanjikan pendekatan yang lebih tradisional terhadap musuh -musuh AS.

“Saya akan menjadi presiden yang akan berdiri bersama sekutu dan teman kita serta menjelaskan kepada musuh-musuh kita, bahwa hari-hari nyaman bagi diktator sudah berakhir," kata calon presiden dari Demokrat Joe Biden​.

BACA JUGA: Trump Katakan akan Bertemu Lagi dengan Kim Jong-un

Biden mengatakan, ia tidak akan bertemu dengan Kim Jong Un tanpa prasyarat. Pasangannya, calon wapres Kamala Harris mengatakan, ia juga tidak akan bertukar "surat cinta" dengan Kim.

Pembicaraan apa pun, jika memang terjadi, mungkin akan menjadi diskusi tingkat kerja, daripada dalam KTT. Sebaliknya, Biden mengatakan ia akan bekerja sama dengan sekutu-sekutu Amerika untuk menekan Korea Utara.

Bagi banyak orang, kebijakan itu terdengar biasa saja.

Tetapi setelah bertahun-tahun melakukan uji coba dan program senjata nuklir yang dapat dipercaya, sejumlah pengamat yakin perhitungan itu telah berubah.

BACA JUGA: Korea Utara: Tidak ada Manfaat Pertahankan Hubungan Kim dan Trump

“Korea Utara memiliki senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang yang mungkin bisa mencapai sebagian wilayah AS atau pangkalan AS di Asia Timur. Jadi sekarang secara strategis kita bersabar dalam melakukan usaha pencegahan nuklir dengan Korea Utara. Yang perlu kita lakukan adalah mencegah Korea Utara menekan tombol untuk menembakkan rudal," kata Bong Young-shik, pengamat dari Universitas Yonsei.

Trump cukup sukses. Sejak KTT dimulai, Korea Utara telah menahan diri dari uji coba rudal atau nuklir besar apa pun. Namun selama berbulan-bulan, Korea Utara menolak untuk berbicara.

Trump menegaskan kebuntuan itu akan segera diselesaikan kalau ia terpilih kembali. Tetapi tampaknya sulit menduga apa yang akan dilakukan Trump.

Your browser doesn’t support HTML5

Kebijakan AS-Korea Utara di ‘Persimpangan’ Saat Pemilu AS Makin Dekat

“Prinsip-prinsip yang ia ikuti sepertinya tidak berpedoman pada sesuatu yang khusus, jadi… apa pun keinginan atau suasana hati yang ia rasakan, bisa saja membatalkan atau justru melakukan sebaliknya," kata pengamat dari lembaga survei Rand Corporation Soo Kim.

Bagi Amerika dan Korea Utara ada berbagai kemungkinan luas. Mungkin akan ada lebih banyak pertemuan puncak. Mungkin juga akan kembali ke ancaman "serangan dahsyat penuh kemarahan". Atau tetap pada kebuntuan yang sudah ada sejak lama. [ps/ii]