Di pPovinsi Badakhshan, diperkirakan ada 25.000 hingga 30.000 pecandu narkoba. Seperti di tempat-tempat lain, kecanduan cenderung membelenggu dalam keluarga.
Keluarga Jan Begum adalah salah satu di antaranya. Mereka tinggal di Kota Faizabad. Kedua putra dan suaminya kecanduan. Mereka menggunakan shabu dan heroin.
“Kami tidak punya apa-apa lagi. Baik suami maupun anak keduanya menganggur, Ayah pecandu, anak juga pecandu. Anak sulung saya tidak ada di sini. Dia menghilang sudah tiga tahun Saya tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah meninggal," ujar Jan Begum kepada VOA.
"Ada empat dalam keluarga kami, dan kami berempat adalah pecandu. Ya, kami menjual semuanya. Kami menjual seprai dan semua yang kami miliki. Dan dengan uang itu, kami membeli narkoba dan menggunakannya," lanjutnya.
Keluarga Jan Begum dulu tinggal di sebuah rumah di Faizabad. Ketika pemilik rumah mengetahui bahwa keluarganya menggunakan narkoba, pemilik rumah mengusir mereka.
Sekarang, mereka mengemis, menjadi buruh cuci, dan menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk narkoba. Mereka telah dirawat beberapa kali karena kecanduan, tetapi kemudian kambuh.
Samiullah, 18 tahun, narkoba bersama ibu, ayah, dan saudara laki-lakinya.
“Saya menggunakan narkoba sejak kecil. Saya mengonsumsinya bersama orang tua saya. Saya keluar untuk mencari narkoba dan kemudian saya mengonsumsinya. Saya berharap pemerintah akan datang dan mengobati kami. Saya ingin bekerja sebagai pelayan di sebuah hotel," katanya.
Afghanistan tetap menjadi produsen opium terbesar di dunia.
Di Provinsi Nangahar, anak-anak dan remaja bekerja di ladang opium mengumpulkan opium bersama orang tua mereka. Mereka membantu produksi opium.
Mustafa yang berusia 16 tahun adalah salah seorang remaja yang bekerja di ladang opium. Ia mengatakan mulai menuju kecanduan dalam waktu yang lama, karena dia bekerja di ladang opium.
BACA JUGA: Survei PBB: Penanaman Ganja di Afghanistan Melonjak 37%“Nah, itu narkotika, itu membuat kita mabuk. Ketika kami mengumpulkan, kami menghirup, dan itu membuat kami pusing, membuat kami mabuk, lalu kami akan duduk atau pulang dengan alasan untuk bersantai. Itu berdampak buruk," katanya.
"Saya mengalami sakit kepala ketika pergi ke sekolah. Saya mendapat izin untuk pulang. Opium memiliki efek yang sangat buruk karena membuat kepala seperti berputar, kami mabuk. Opium menyebabkan kondisi seperti itu pada tubuh kita," lanjut Mustafa.
Kepada VOA, ia menunjukkan sebagian hasil panen opium tahun ini. Beberapa kilogram opium telah dipanen dari ladang. Dia mengatakan bahwa setelah opium dipanen, opium dijual dan dia menyimpan dua kilogram untuk dijual kemudian.
Ketika musim panen opium berakhir, dia bekerja di ladang untuk tanaman lain seperti bawang.
Your browser doesn’t support HTML5
Mustafa mengatakan dia telah melihat banyak orang, termasuk perempuan, menjadi kecanduan narkoba setelah bekerja di ladang opium. Dia sendiri tidak ingin menjadi pecandu.
“Kalau tidak ada narkotika yang ditanam di sini, mungkin tidak akan ada yang kecanduan narkoba. Opium membuat banyak orang kecanduan. Kami ingin pemerintah menghentikan penanaman opium. Pemerintah harus membantu kami menanam pohon buah-buahan yang baik," tuturnya.
Lebih sedikit produksi opium berarti lebih sedikit kecanduan narkoba, dan lebih sedikit pecandu narkoba yang meninggal, kematian yang menyedihkan dan memalukan, di negara di mana tidak ada yang lebih penting daripada keluarga, kehormatan dan tradisi.
Sebelum menarik pasukannya dari Afghanistan, Amerika Serikat berjanji akan terus mendukung upaya negara itu mengurangi perdagangan narkoba. [lt/jm]