Kecewa dengan Pembatalan Pameran Tunggal di Galeri Nasional, Yos Suprapto Tempuh Jalur Hukum

Salah satu lukisan Yos Suprapto (foto: courtesy).

Kecewa dengan pembatalan pameran tunggal di Galeri Nasional hanya dua jam sebelum dibuka, seniman Yos Suprapto kini meminta bantuan LBH Jakarta dan Komnas HAM untuk mendapat informasi alasan pembatalan dan mengambil kembali karya-karya lukisannya yang telah terlanjur dipajang.

Pameran tunggal seniman Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” yang sedianya berlangsung di Galeri Nasional Indonesia pada 19 Desember dibatalkan hanya dua jam sebelum dibuka. Lewat Instagram, Galeri Nasional menyebut langkah itu sebagai “penundaan” karena “kendala teknis yang tidak dapat dihindari.”

Diwawancarai VOA, seniman asal Yogyakarta ini menceritakan kronologis sejak awal persiapan pameran, kesepakatan kerja sama dan apa yang disebut Galeri Nasional sebagai “kendala teknis yang tidak dapat dihindari.”

Yos mengatakan sebagaimana pameran pada umumnya, saat karya-karya lukisanya dipasang di ruang yang telah ditentukan, seorang kurator biasanya akan hadir. Tetapi saat ia memasang lukisan-lukisannya pada 13 Desember, kurator Suwarno Wisetrotomo tidak hadir, sehingga Yos dan timnya memasang sendiri lukisan-lukisan tersebut. Baru empat hari kemudian Suwarno menemuinya dan meminta agar dua lukisan diturunkan karena dinilai tidak relevan dengan judul atau tema yang diusung.

Kedua lukisan itu merupakan narasi yang dibuat untuk menggambarkan sebuah kekuasaan yang dipikul oleh pundak-pundak rakyat. Ia menekankan kedaulatan pangan erat kaitannya dengan kekuasaan, dan menurutnya hal tersebut merupakan sebuah fakta yang harus diketahui oleh publik.

Yos Suprapto bersama salah satu lukisannya (foto: courtesy).

“Jadi karya yang sangat simbolis sebenarnya, tapi celakanya seorang direktur pasca sarjana kesenian (kurator) tidak mampu membaca simbol-simbol kesenian sehingga menggunakan kacamata politik, menciptakan sebuah phobia yang berdasarkan sebuah asumsi bahwa lukisan tersebut akan menyinggung perasaan orang tertentu, suku tertentu, bangsa tertentu. Ini tidak terjadi sinkronisasi antara saya, direktur dalam melihat simbol-simbol kesenian,” ujar Yos, yang meskipun kecewa, akhirnya menutup kedua lukisan dengan kain hitam agar pameran dapat terus berjalan.

Tetapi pada 19 Desember, beberapa jam sebelum pameran dibuka, Yos mengatakan ia dipanggil oleh kurator, pihak Cagar Budaya yang membawahi Galeri Nasional, dan Direktur Galeri Nasional beserta jajarannya yang meminta agar ada tiga lukisan lainnya yang diturunkan.

Satu dari tiga lukisan yang diminta untuk diturunkan adalah gambar petani yang menyerupai sosok Presiden RI ke-7 Joko Widodo yang digambarkan dengan memakai topi petani yang sedang menyuapi sosok pria gendut yang memakai dasi, jam tangan mahal dan cincin emas.

“Celakanya lagi dua jam sebelum pameran dibuka itu, saya diultimatum oleh pegawai cagar budaya, mau diturunkan atau pameran tidak jadi dibuka. Dan ternyata memang betul ketika saya menolak, pameran tidak jadi buka,” katanya.

Yos juga tidak lagi dapat mengakses karya lukisannya karena pintu ruangan di mana karya itu dipamerkan dikunci.

Salah satu lukisan Yos Suprapto (foto: courtesy).

Minta Bantuan LBH dan Komnas HAM

Untuk mendapat kejelasan tentang pembatalan atau “penundaan” pameran itu dan mengambil kembali karya-karya lukisannya, Yos kini meminta bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Komnas HAM.

“Saya akan meminta bantuan kepada mereka, melalui pendekatan hukum untuk membuka pintu ruang gedung A di mana karya-karya saya itu disimpan, agar saya bisa masuk ke dalam untuk mengambil lukisan saya yang akan diturunkan semua, saya packing, dan akan saya bawa pulang ke Jogja. Itu adalah keputusan yang saya ambil, karena sampai sekarang saya masih belum bisa menghubungi mereka,” tuturnya.

Lebih jauh Yos sangat menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha yang menyampaikan opini mereka mengenai karyanya berdasarkan laporan dari sang kurator tanpa melihat lukisannya sendiri. Bahkan, kata Yos, lewat percakapan melalui telepon antara Giring dengan anggota DPR Komisi X Fraksi PDIP Bonnie Triyana, ia mendengar sendiri Giring menyebut karyanya adalah karya yang seronok, dan tidak memiliki bobot kesenian karena dinilai hanya menggambarkan kebencian dan kemarahan.

“Itu penipuan, itu si Giring tidak pernah lihat lukisan itu sendiri, percaya dengan laporan seperti itu, dan dia mengambil kebijakan untuk menutup pintu. Ini dikatakan yang katanya tidak ada pembredelan,” tegasnya.

VOA belum mendapat tanggapan langsung dari Giring tentang klaim ini dan belum dapat memverifikasinya secara independen.

Salah satu lukisan Yos Suprapto (foto: courtesy).

Kerja Sama dengan Galeri Nasional

Ini bukan pertama kali Yos bekerja sama dengan Galeri Nasional untuk melakukan pameran tunggal, karena pernah melakukan hal yang sama pada tahun 2001 dan 2017 dengan karya yang menurutnya lebih kritis.

“Saya kecewa dengan manajemen Galeri Nasional dan kenapa Menteri Kebudayaan bisa ngomong seenaknya seperti itu, ini memalukan. Jadi kembali lagi, ekspresi kesenian itu tidak bisa dilihat dengan kacamata politik praktis tidak akan bakal ketemu. Makanya simbol-simbol kesenian harus dipahami dengan pengetahuan estetika, tidak hanya dengan kacamata politik, gila banget ini,” tegasnya.

Menteri Kebudayaan Bantah Ada Pembungkaman Ekspresi

Dalam kesempatan lain, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengklaim tidak ada yang namanya pembredelan dalam kasus penundaan pameran Yos di Galeri Nasional. Berdasarkan informasi yang ia peroleh dari kurator, ada beberapa lukisan yang tidak pas dengan tema yang diusung, di mana ada lukisan dengan tema yang berkaitan dengan politik atau dianggap makian terhadap seseorang.

Selain itu, menurut Fadli Zon ada juga lukisan yang telanjang atau terlihat sedang bersetubuh dengan memakai identitas atau sebuah afinitas budaya tertentu. Menurutnya, karya tersebut dinilai bisa membuat orang, suku atau budaya tertentu tersinggung dan bisa masuk kepada kategori sara.

Salah satu lukisan Yos Suprapto (foto: courtesy).

“Kita tidak ingin ada hal-hal seperti itu, kita tidak ingin mengekang ekspresi kebebasan. Saya kira kita semua sangat mendukung kebebasan berekspresi, tapi tentu kebebasan berekspresi jangan sampai melampaui batas kebebasan orang lain, dan tidak ada bredel ya,” tegas Fadli Zon.

Pernyataan Galeri Nasional

Melalui akun Instagramnya, Galeri Nasional menjelaskan penundaan Pameran Tunggal Yos Suprapto. Manajemen Galeri Nasional menyebut penundaan ini dilakukan karena pertama sang kurator Suwarno Wisetrotomo mengundurkan diri.

“Bapak Suwarno Wisetrotomo memutuskan untuk mengundurkan diri karena karena perbedaan pandangan kuratorial terkait kesesuaian dalam dua karya dalam pameran dengan tema yang telah disepakati. Beliau menilai pentingnya menjaga kekuatan narasi utama pameran dan memilih untuk mundur demi prinsip profesionalisme kuratorial,” demikian pernyataan pihak Galeri Nasional seperti dikutip dari akun instagramnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Kecewa dengan Pembatalan Pameran Tunggal di Galeri Nasional, Yos Suprapto Tempuh Jalur Hukum

Poin kedua, karena konsekuensi dari dinamika yang terjadi. Galeri Nasional mengatakan pameran ditunda untuk menjaga standar kualitas dan konsistensi pameran dalam menghadirkan karya-karya yang relevan dengan tema yang telah ditetapkan.

Poin ketiga, terkait kuratorial. Galeri Nasional, katanya menghormati proses yang telah dilakukan oleh kurator dan seniman selama ini, termasuk diskusi yang berlangsung secara intensif. Keputusan ini diambil dengan tujuan agar pameran dapat memberikan pengalaman seni yang maksimal kepada publik.

“Kami berkomitmen untuk memberikan informasi lebih lanjut terkait langkah berikutnya, termasuk kemungkinan jadwal baru untuk pameran ini dengan konten yang sesuai tema pameran,” pungkasnya. [gi/em]