Juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat melalui keterangan tertulis, Kamis (18/6), menyatakan telah mengetahui penangkapan seorang warga Amerika di Jakarta. Menurutnya, Kedubes Amerika terus memantau perkembangan kasus ini.
BACA JUGA: Polisi Tangkap Warga AS Buronan FBI"Kami sungguh-sungguh bertanggung jawab dalam memberikan layanan konsuler kepada warga negara AS di luar negeri dan memantau perkembangan situasinya," tulis juru bicara Kedubes AS dalam keterangan tertulis itu.
Kendati demikian, Kedubes AS tidak berkomentar lebih jauh soal kasus ini karena pertimbangan privasi.
Berdasarkan keterangan Polda Metro Jaya, warga AS yang ditangkap bernama Russ Albert Medlin.
Ia telah ditetapkan sebagai tersangka persetubuhan dengan anak di bawah umur dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar. Dari hasil interogasi terhadap Russ, polisi juga mengungkap, Russ ternyata merupakan buronan Interpol sejak 10 Desember 2019. Russ diduga telah melakukan penipuan dengan modus investasi saham Bitcoin. Russ berhasil menipu hingga $722 juta atau sekitar Rp 10,2 triliun.
Russ juga telah didakwa dua kali pada 2006 dan 2008, dan pernah dihukum penjara selama dua tahun oleh Pengadilan Distrik Negara Bagian Nevada, Amerika, terkait pelecehan seksual terhadap anak berusia 14 tahun.
Tanda Digital pada Pedofil
Sementara itu, Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengapresiasi kepolisian yang telah menangkap tersangka persetubuhan anak di bawah umur. Retno berharap kasus ini dapat diusut secara tuntas, termasuk menjerat dengan undang-undang lain jika pelaku menyebarluaskan video rekaman kegiatan seksual pelaku dengan korban. Ia juga mendorong agar korban anak direhabilitasi secara medis dan psikologis usai kasus mereka selesai.
"Untuk pemerintah Indonesia yang harus didalami adalah kasus yang persetubuhan terhadap tiga anak ini. Kita berharap ini diusut tuntas oleh kepolisian dan kami memberikan apresiasi kepada polisi yang cepat tanggap," jelas Retno kepada VOA, Kamis (18/6) malam.
Retno juga mengusulkan agar pemerintah meniru Uni Eropa dalam memperlakukan orang yang sudah terbukti pedofilia atau mengalami gangguan mental yang memiliki ketertarikan seksual dengan anak-anak. Caranya yaitu dengan memberi tanda digital kepada orang dengan pedofilia untuk memudahkan pengawasan terhadap mereka.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurutnya, hal tersebut bukanlah tindakan yang diskriminatif, melainkan untuk melindungi anak-anak dari potensi kejahatan seksual.
"Uni Eropa itu 28 negara, mereka kalau punya pedofil itu mereka kasih tanda. Jadi semacam chip di tubuh sehingga kalau melakukan pergerakan," tambah Retno.
Ia menambahkan pemberian tanda digital juga diperlukan untuk memastikan orang dengan pedofilia tidak bekerja dengan anak-anak untuk mencegah tindak kekerasan seksual terhadap mereka. Semisal dengan dilarang bekerja di sekolah atau rumah sakit anak. [sm/em]