Kegagalan Pilkada Serentak, Kegagalan Partai Politik Bangun Demokrasi

  • Petrus Riski

Diskusi AJI Surabaya membahas "Pilkada Serentak Yang Gagal Serentak", Sabtu 15 Agustus (Foto: VOA/Petrus)

Gagalnya kaderisasi dan penjaringan calon berkualitas, serta upaya penundaan Pilkada serentak oleh partai politik, diduga menjadi penyebab pilkada serentak terancam batal dilaksanakan.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di empat Kabupaten dan Kota di Indonesia terancam ditunda hingga 2017, setelah hanya ada satu pasang calon kepala daerah yang mendaftar. Padahal pilkada serentak yang diikuti lebih dari 260 daerah rencananya akan digelar pada 9 Desember 2015.

Kegagalan partai politik untuk mengusung calon atau kadernya dalam pilkada dituding sebagai salah satu penyebab hanya ada calon tunggal dalam Pilkada, selain kuatnya posisi calon petahana atau incumbent yang mencalonkan kembali.

Pada diskusi ‘Pilkada Serentak Yang Gagal Serentak’, yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Sabtu (15/8), Wakil Direktur Jawa Pos Institut Pro Otonomi, Dadan S. Suharmawijaya mengatakan, gagalnya pilkada serentak di empat daerah akan menghambat pembangunan hingga dua tahun kedepan, karena keberadaan kepala daerah definitif sangat berpengaruh pada pengambilan kebijakan untuk pembangunan daerah.

“Parpol tidak punya niat tulus, niat baik, niat serius untuk membangun demokrasi yang murah tapi berkualitas, demokrasi yang efisien berkualitas, main-main juga. Tujuh puluh persen itu kebijakan program-program lebih banyak dipengaruhi oleh kepala daerah, nah kalau kepala daerahnya gak ada, hanya Plt segala macam, ya proses pembangunan kan gak optimal. Kebijakan-kebijakan disetir oleh Plt yang sebetulnya tidak punya legitimasi politik yang sesungguhnya,” kata Dadan S. Suharmawijaya.

Praktisi hukum Surabaya, Mohammad Sholeh mengungkapkan, tidak adanya calon yang diusung partai politik atau gabungan partai politik pada pilkada 9 Desember 2015, menjadi bukti lemahnya Undang-undang yang mengatur pelaksanaan Pilkada.

Sholeh mengaku telah melayangkan gugutan ke Mahkamah Konstitusi mengenai keabsahan calon tunggal dalam Pilkada, sebagai dampak tidak adanya calon lain yang diajukan partai politik meskipun sosialisasi pelaksanaan pilkada sudah cukup lama. Menurut Sholeh, tidak ada alasan menunda pilkada pada 2015, meskipun hanya ada satu pasang calon yang mendaftar.

“Diketahui cukup lama plus kelemahan Undang-undangnya, bahwa ini gak ada sanksi, ya sudah gua kagak daftar aja. Sarannya, ya itu putusan Mahkamah Konstitusi (MK), supaya ini menjadi acuan juga ke 2017, jadi kalau ada partai-partai politik yang tidak mau mendaftar akan ditinggal, karena tau akan ditinggal pasti dia daftar. Dan saya masih percaya dalam waktu dekat ini MK akan membuat keputusan itu, calon tunggal sah. Prinsipnya negara sudah memberikan kebebasan untuk daftar, bahwa itu tidak dipakai ya salah partai politik,” jelas Mohammad Soleh.

Kegagalan partai politik mengajukan calon pada pilkada juga dirasakan Sukoto, Bakal Calon Walikota Surabaya yang mendaftar melalui Partai Gerindra dan beberapa partai politik yang tergabung dalam Koalisi Majapahit.

Hingga akhir waktu pendaftaran, gabungan partai politik itu batal mengusung calon kepala daerah tanpa alasan yang jelas, meski proses pendaftaran hingga uji kepatutan dan kelayakan telah diikuti calon yang mendaftar.

Sukoto menilai partai politik telah gagal memberi pendidikan politik pada masyarakat, karena tidak berani menghadirkan pertarungan politik melawan Walikota petahana, yaitu Tri Rismaharini yang diusung PDI Perjuangan.

“Seluruh partai diluar PDIP memang gagal menelurkan kadernya untuk maju Pilwali ini, mereka tidak punya calon satu pun kan yang diusung untuk ke Pilwali. Mestinya mereka ya dibilang gagal ya gagal gitu. Saya pribadi merasa yakin lah bahwa saya punya elektabilitas yang bagus, punya jaringan sosial yang bagus, tetapi partai-partai itu merasa bahwa calon-calon yang mereka usung itu, yang mereka terima pendaftarannya itu, mereka merasa tidak mampu melawan incumbent,” kata Sukoto.