Kejahatan Jalanan: Wajah Yogya Selepas Tengah Malam

  • Nurhadi Sucahyo

Petugas kepolisian di seluruh wilayah DIY kini diminta melakukan patroli pada jam-jam rawan. (Foto: Humas Polres Sleman)

Dikenal sebagai tujuan wisata yang populer, Yogyakarta sebenarnya memiliki wajah ramah bagi warga dan pelancong. Namun, selepas tengah malam, seolah kota itu berubah drastis. Kejahatan jalanan kini kembali menghantui.

Hari Minggu (3/4) dini hari, seorang pelajar berinisial D, tewas di jalanan kota Yogya. Dia adalah korban benturan dua kelompok remaja, yang melibatkan senjata tajam. Remaja kelas XI sebuah SMA swasta itu dihantam dengan gir sepeda motor, yang diayunkan dengan sabuk kain. Pelakunya masih diburu hingga tujuh hari setelah kejadian.

Hari Kamis (7/4) pukul 02.00 WIB, polisi menangkap empat remaja di jalanan Yogya. Salah satunya, membawa gir bersabuk kain, benda serupa yang membunuh korban empat hari sebelumnya. Seperti diungkap, Kepala Kepolisian Sektor Banguntapan, Komisaris Polisi Zaenal Supriyatna.

“Di dalam pengeledahan itu, didapati gir tajam yang diikat pada sabuk kain berwarna kuning. Bukan gir tumpul, tapi gir tajam. Ini didapat dari LS (18 th). Kita juga mendapatkan stick knob, ini kalau buat memukul juga bisa pecah kepala. Ini didapatkan dari BS (17),” papar Zaenal.

Kepala Kepolisian Sektor Banguntapan, Komisaris Polisi Zaenal Supriyatna (tengah) dan barang bukti. (Foto: Humas Polres Bantul)

Kelompok remaja ini berputar-putar di sejumlah wilayah timur kota Yogya untuk mencari kelompok remaja lain. Petugas kepolisian tanpa seragam mengikuti mereka dari belakang, dan melakukan penangkapan sebelum aksi kekerasan terjadi.

Sebelumnya, pada 5 April, petugas Polres Kulonprogo menangkap delapan remaja yang hendak tawuran. Sementara kolega mereka di Polres Sleman menangkat dua remaja yang membawa celurit. Dua hari kemudian, polisi Polsek Imogiri menangkap remaja membawa gir serupa di wilayah Polsek Imogiri, Yogyakarta. Sementara di Kulonprogo, petugas kembali menangkap tersangka bersenjata yang mengarah ke tawuran.

Sabtu (9/4) dini hari, giliran petugas Polres Sleman, DI Yogyakarta yang melakukan penangkapan. Warga melaporkan gerombolan remaja membawa senjata tajam berada di jalanan dini hari itu. Polisi dan warga kemudian memberhentikan mereka. Salah satunya sempat mengacung-acungkan celuritnya, meski kemudian dibekuk setelah diberi tembakan peringatan.

BACA JUGA: Kekerasan Bersenjata Tajam di Kalangan Remaja Yogya Kian Memprihatinkan

Tujuh kejadian beruntun tersebut menyedot perhatian warga Yogya dan pemberitaan dalam skala nasional. Masyarakat lokal memiliki istilah khas untuk bentuk kekerasan ini, yaitu klithih. Dalam bahasa Jawa, klithih berasal dari istilah klithih-klithih yang bermana jalan-jalan tanpa tujuan. Klithih pun adalah kekerasan jalanan yang menyasar korban tanpa tujuan dan alasan jelas.

Namun, polisi dan Pemda DI Yogyakarta kini meminta istilah klithih ditanggalkan. Mereka memilih menyebutnya sebagai kejahatan jalanan.

Hukum Harus Ditegakkan

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono menanggapi opsi PSBB di Yogyakarta, Selasa (29-12). (Foto: Courtesy/Humas DIY)

Raja sekaligus Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X gerah dengan apa yang terjadi selama sepekan terakhir. Sehari setelah D meninggal, Sultan menyatakan pihaknya tak mungkin memberantas kejahatan jalanan ini sendirian, peran orang tua sangat dibutuhkan.

Jumat (8/4), Sultan kembali berkomentar tegas terkait aksi remaja ini dan meminta ada penegakan hukum yang tegas.

“Saya hanya ingin hukum itu ditegakkan. Aturan itu sudah ada dari kementerian terkait. Bagaimana biarpun dia pelakunya itu di bawah umur, itu bisa kita selesaikan. Disidangkan atau tidak, itu ada proses. Ada Pemda, kejaksaan, ada kepolisian, ada pengadilan untuk membahas,” ujarnya.

Petugas dari Polres Sleman memeriksa sejumlah remaja yang berkumpul tanpa tujuan jelas. (Foto: Humas Polres Sleman)

Sehari sebelumnya, Sultan juga membuat surat kepada seluruh bupati dan wali kota di DI Yogyakarta. Dia meminta setiap keluarga turut mengawasi keberadaan anggota keluarga, ada koordinasi lintas elemen untuk pengawasan aktivitas kelompok, hingga penganggaran pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan melalui APBD.

Dalam berbagai kasus yang telah lewat, diversi pernah diambil dalam penanganan kejahatan jalanan oleh remaja ini. Jika pelaku dibawah umur, pengadilan akan mengesampingkan perkaranya dan menempuh jalan keluar non hukum. Langkah ini juga memiliki dasar hukum. Namun, sepertinya para remaja justru memanfaatkan celah ini. Tidak mengherankan, jika saat ini Sultan nampak tak sabar dengan pilihan semacam itu.

“Saya hanya ingin proses hukum ini dilakukan. Perkara nanti putusannya dilanjutkan, berproses atau tidak di pengadilan, atau apapun itu, ada keputusan. Tetapi prosedur sudah dijalankan,” tambah Sultan.

Kepala Kepolisian Resor Sleman AKBP Ach. Imam Rifai dan barang bukti yang disita dari dua remaja yang ditangkap. (Foto: Humas Polres Sleman)

Dari pengalaman Dinas Sosial Yogyakarta menangani kejahatan para remaja itu, menurut Sultan ada pengalaman dimana orang tua mereka tidak mau menerima lagi anaknya.

“Kita openi (rawat-red). Karena orang tuanya tidak mau, ya sudah pemerintah daerah sebagai pengganti orang tua,” kata Sultan lagi.

Polisi Pastikan Pencegahan

Polisi tentu tidak tinggal diam, seperti diyakinkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indriadi.

“Kami meningkatkan kegiatan kepolisian. Kami sudah punya anatomy of crime , anatomi kasus kejahatan jalanan. Maka, kami melaksanakan patroli setiap hari, baik terbuka yaitu patroli polisi berseragam, maupun tidak berseragam. Itu di pukul 02.00 sampai pukul 05.00,” tegas Ade.

BACA JUGA: 'Toxic Relationship': Cinta, Sianida dan Perempuan Korban Manipulasi Perasaan

Dalam patroli tersebut, kata Ade, polisi sering pengamankan remaja yang dicurigai akan melakukan aksi kejahatan. Setidaknya, mereka mengamankan remaja pembawa senjata tajam atau anak-anak muda yang nongkrong dan mengkonsumsi minum keras. Ada juga yang berlaku mencurigakan, seperti melipat plat nomor kendaraan ketika berpapasan dengan polisi.

Polisi juga menilai, dalam kasus-kasus kejahatan jalanan, ada proses pembelajaran oleh pelaku senior kepada remaja di bawah umur. Ade memberi contoh, dalam kasus yang terjadi pada Januari 2022 lalu, senior menantang yunior mereka melakukan kekerasan.

“Senior jadi pengemudi, juniornya di belakang jadi pembonceng. Disuruh sama senior untuk pegang alat. Mereka putar-putar seperti patroli pukul 02.00, pukul 03.00. Kalau ketemu kelompok lain, yang yunior ini ditantang. Berani atau tidak (beraksi). Jadi, ada proses pembelajaran,” tambah Ade.

Kelompok remaja itu, dalam catatan polisi, bukan geng-geng sekolah. Mereka hanya bertemu dan saling kenal saja.

Replika senjata pelaku klithih yang dipamerkan dalam pameran di Yogyakarta, Maret 2021.(foto:Yahya DK)

Karena selalu terjadi selepas tengah malam, polisi kini memiliki penyaring aktivitas yang sederhana. Jika ada remaja usia sekolah berkeliaran di jalanan pukul 02.00 hingga 05.00, sudah pasti akan mereka hentikan, geledah, interogasi dan dihubungi keluarganya.

Urug Rembug Solusi

Dalam bentuk yang berbeda, Bandung memiliki pengalaman dalam penanganan kasus kekerasan yang melibatkan remaja, terutama geng motor. Ketika berkunjung ke Yogyakarta, Kamis (6/4), mantan wali kota Bandung yang kini menjadi Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sempat berbagi pengalamannya.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Kota Bandung, Senin (13/7). (Foto: Courtesy/Humas Jabar)

“Salah satunya, merangkul mereka. Kemudian, kalau sumber klithih ini ada organisasi formalnya, biasanya kita ambil pimpinan-pimpinannya, lalu disalurkan ke KNPI misalnya, jadi organisasi formal,” kata Emil.

Emil menambahkan, salah satu program yang pernah dia lakukan adalah menyelenggarakan semacam perkemahan para tokoh geng ini. Di dalamnya, mereka dicekoki dengan wawasan kebangsaan, ketertiban umum dan sejenisnya.

“Tidak hanya edukasi dalam bentuk himbauan, tetapi bikinkan program. Direkrut, dilatih oleh institusi negara. Pulang-pulang pemikirannya mungkin bisa lebih baik,” ujarnya.

BACA JUGA: Menanti Lahirnya Kembali Sosok Polisi Kebal Suap Seperti Hoegeng

Dia yakin, pendekatan ini bisa diterapkan dimana saja. Menurut Emil, sesuai pengalamannya, remaja Indonesia biasanya hanya butuh dirangkul

“Anak muda dibikin sibuk, tapi sibuk positif. Sehingga tidak ada waktu mikir yang macam-macam,” tambahnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Kejahatan Jalanan: Wajah Yogya Selepas Tengah Malam

Sementara seniman Butet Kartarejasa menyarankan pendekatan dari sisi kesenian.

“Infrastruktur tempat bertumbuhnya komunitas-komunitas seni yang difasilitasi pemerintah, diperbanyak kegiatannya dan supporting-nya,” kata Butet.

Wapres Boediono (kiri) didampingi Butet Kartarejasa (kanan) memberikan sambutan saat berkunjung di Padepokan Seni Bagong Kussudiardjo, Kamis, 10 Juli 2014 (Foto: VOA/Munarsih).

Dia menilai, pelaku kejahatan jalanan adalah anak muda yang sedang mencari perhatian.

“Cari perhatian secara gampang dan secara primitif itu adalah dengan membacok orang, melakukan tindakan anarkis. Tetapi kalau orang sudah bersentuhan dengan jalan kebudayaan, saya yakin bisa,” lanjutnya.

Butet berkaca dari pengalaman hidupnya sendiri. Dia mengaku, kesenian telah menyelamatkan hidup masa remajanya. Dia juga meyakini, Yogyakarta sudah diuji sejarah sebagai wilayah yang mampu menghadirkan jalan kebudayaan.

BACA JUGA: Sate Sianida dan Malapetaka Pernikahan Siri

Sementara Jogja Police Watch meminta ada perhatian terhadap lokasi dan waktu rawan.

“Misalnya, jalan minim penerangan lampu atau minim CCTV dan sepi dilintasi pengendara. Juga jam-jam malam hari atau dini hari. Pengawasan yang dilakukan juga jangan musiman, tetapi konsisten dan butuh dukungan masyarakat,” kata Baharuddin Kamba dari JPW.

Selain itu, JPW juga meminta polisi mewaspadai kemampuan pelaku kejahatan jalanan berpindah lokasi secara cepat, dengan sasaran aksi yang acak. Kondisi itu menjadi indikator bahwa pelaku kejahatan jalanan telah berpengalaman. [ns/ah]