Rakyat Mesir Serukan Pemilu Dini sementara Kekerasan Berlanjut

Para demonstran menghindari gas air mata yang ditembakkan pasukan keamanan Mesir di Kairo, Minggu (5/2).

Para pengunjuk rasa dan polisi di Mesir bentrok hari Minggu untuk hari keempat di Kairo. Petugas keamanan berusaha menghalau pengunjuk rasa agar menjauh dari gedung-gedung pemerintah di ibukota.

Para demonstran Mesir bentrok dengan polisi hari Minggu, hari ke-empat berturut-turut di Kairo, sementara itu mereka menuntut dipercepatnya pemilihan presiden dan penyerahan kekuasaan lebih dini dari dewan militer yang berkuasa kepada pemerintah sipil.

Para pejabat mengatakan setidaknya 12 orang tewas dan 2.500 lainnya cedera sejak kekerasan pecah hari Kamis.

Kekerasan terbaru itu dipicu oleh kemarahan atas kegagalan pasukan keamanan Mesir mencegah huru-hara dan kepanikan setelah pertandingan sepak bola hari Rabu di kota Port Said yang menewaskan 74 orang. Para pengunjuk rasa menyerukan dewan militer yang berkuasa menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

Hari Sabtu polisi di ibukota Kairo menembakkan gas air mata dan senapan tabur ke arah demonstran, yang bernyanyi, berteriak dan melemparkan batu di dekat gedung Kementerian Dalam Negeri. Di seberang jalan, gedung Kementrian Perpajakan terbakar. Ambulans dan relawan membawa korban cedera keluar dari kerusuhan melalui jalan-jalan yang penuh dengan puing-puing.

Hari Jumat, suara tembakan, gas air mata dan batu yang dilemparkan ke polisi memenuhi Lapangan Tahrir di Kairo usai sholat Maghrib. Seorang dokter yang merawat pengunjuk rasa di dekat lapangan itu mengatakan kepada Associated Press bahwa rumah sakitnya kewalahan menangani korban cedera.

Ribuan warga Mesir juga turun ke jalan di Alexandria dan kota pelabuhan Suez. Kementerian Kesehatan mengatakan hampir 400 orang terluka dalam bentrokan dengan polisi dalam beberapa hari terakhir, yang sebagian diantaranya dihalau dengan gas air mata.

Polisi telah menangkap 47 tersangka perusuh dalam pertandingan sepak bola itu. Ketua Dewan Militer Mohamed Tantawi menyatakan tiga hari berkabung nasional dan berjanji untuk menangkap mereka yang bertanggung jawab.