Sebuah kelompok bantuan medis mengatakan kekerasan baru di Republik Afrika Tengah telah melukai hampir 200 orang selama lima hari terakhir.
Kelompok Dokter Tanpa Tapal Batas mengatakan meningkatnya kekerasan di ibukota, Bangui, dimulai pada tanggal 20 Desember, ketika kelompok itu merawat 49 orang akibat luka tembak.
Sebagian besar pertempuran di Republik Afrika Tengah adalah antara mantan pemberontak Seleka yang sebagian besar Muslim, dan milisi anti-Balaka yang sebagian besar Kristen.
Koresponden VOA Idriss Fall, yang telah berada di Bangui selama beberapa hari, melaporkan peningkatan jumlah korban tembak itu mungkin menunjukkan perubahan taktik oleh para pejuang anti-Balaka, yang sebelumnya melancarkan sebagian besar serangan dengan parang.
Fall melaporkan ibukota sebagian besar tenang pada hari Selasa (24/12) tapi ketegangan tinggi karena kehadiran kelompok-kelompok bersenjata.
Pada jumpa pers Selasa, presiden sementara Republik Afrika Tengah Michel Djotodia menghimbau agar masyarakat tenang.
Kamis lalu, Amnesty International menyatakan lebih dari 1.000 orang tewas di Bangui sejak kekerasan mulai marak awal bulan ini.
Sebagian besar pertempuran di Republik Afrika Tengah adalah antara mantan pemberontak Seleka yang sebagian besar Muslim, dan milisi anti-Balaka yang sebagian besar Kristen.
Koresponden VOA Idriss Fall, yang telah berada di Bangui selama beberapa hari, melaporkan peningkatan jumlah korban tembak itu mungkin menunjukkan perubahan taktik oleh para pejuang anti-Balaka, yang sebelumnya melancarkan sebagian besar serangan dengan parang.
Fall melaporkan ibukota sebagian besar tenang pada hari Selasa (24/12) tapi ketegangan tinggi karena kehadiran kelompok-kelompok bersenjata.
Pada jumpa pers Selasa, presiden sementara Republik Afrika Tengah Michel Djotodia menghimbau agar masyarakat tenang.
Kamis lalu, Amnesty International menyatakan lebih dari 1.000 orang tewas di Bangui sejak kekerasan mulai marak awal bulan ini.