Media pemerintah China hari Selasa memberitakan, pengadilan rakyat tingkat madya di Beijing menyatakan Pu Zhiqiang umur 50 tahun bersalah karena beberapa tulisan yang ia terbitkan pada jejaring media sosial China Weibo. Tulisan atau posting itu dikatakan mengeritisi pemerintah dan pejabat-pejabat termasuk kebijakan China di Tibet dan Xinjiang.
Kelompok-kelompok hak asasi mengutuk hukuman itu meskipun William Nee dari Amnesty International mengatakan hukuman bagi Pu sebenarnya bisa lebih berat.
"Pu bisa diancam sampai delapan tahun penjara, jadi ini jelas lebih baik. Artinya ia tidak akan dipenjara lebih dari satu hari. Begitupun perlu diingat bahwa ia tidak seharusnya ditangkap. Vonis itu dapat membuatnya kehilangan izin untuk berpraktek hukum. Jadi dari sudut pandangan itu kasusnya ini tetap kasus yang tidak adil," ujarnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei mengatakan kasus Pu ditangani menggunakan prosedur standar, dan pemerintah asing harus menghormatinya.
"Lembaga kehakiman China menangani kasus itu sesuai dengan hukum dan yang bersangkutan sudah menerima ia bersalah sebagaimana dituduhkan dan sudah meminta maaf. Pemerintah asing harus menghormati kedaulatan hukum China dan berhenti campur tangan," ujarnya.
Pejabat-pejabat Amerika juga berseru Pu dibebaskan dengan alasan ia dihukum atas dasar ‘tuduhan yang semu’.
Dalam sidang terbuka pekan lalu Pu hanya mengemukakan keinginannya untuk meminta maaf kepada siapa saja yang merasa tersinggung oleh tulisannya di online yang tajam, memanaskan hati dan jorok dan bekeras perbuatannya itu tidak membuatnya layak dikenakan kedua tuduhan.
Biarpun ia berpendapat perbuatannya dijamin dan dilindungi Konstitusi China tentang kebebasan mengemukakan pendapat, ia mengatakan kepada pengadilan hari Selasa bahwa ia tidak bermaksud akan naik banding. [al]