Keluarga Korban 9/11 Tak Ragu Maafkan Pelaku

  • Tala Hadavi

Seorang perempuan tersedu-sedan menatap ukiran nama sanak keluarganya di monumen peringatan 11 September (11/9).

Bagi keluarga yang kehilangan anggota keluarganya akibat serangan 11 September, memberi maaf atas yang terjadi bukan perkara mudah. Tapi, Phyllis Rodriguez yang kehilangan putra tunggalnya punya maaf itu.

Greg Rodriguez putra Phyllis bekerja sebagai ahli komputer, berkantor di lantai 103 gedung World Trade Center. Greg sempat menelpon ibunya setelah terjadinya serangan,

"Di kotak suara telepon kami ada pesan dari Greg, yang bilang 'Telah ada kecelakaan di World Trade Center. Saya baik-baik saja, tolong telepon Elizabeth,' menantu kami," ujar Phyllis.

Tapi Greg ternyata tidak baik-baik saja. Ia meninggal dunia bersama sekitar 3.000 orang lainnya. "Waktu itu saya terus berharap ia masih hidup, tak mau mengakui kemungkinan terburuk," kenang Rodriguez sepuluh tahun setelah kejadian tersebut.

Pemerintah Amerika mengumumkan perang melawan teror. Tapi, Phillys dan suami tidak mendukungnya sama sekali, dan menuangkan protes mereka dalam sepucuk surat terbuka bagi presiden saat itu, Presiden George W. Bush.

Pasangan ini juga tidak menyetujui hukuman mati bagi para pelaku yang terlibat dalam teror 11 September, Zacarias Moussaoui. Phyllis justru lalu berteman dengan ibu Zacarias, Aicha el Wafi.

"Saya merasa perempuan ini (Aicha el Wafi) adalah seseorang yang sangat, sangat pemberani karena putranya adalah salah seorang yang paling dibenci di dunia, tapi ia berani membela putranya itu. Kami menyadari kami punya persamaan, kami sama-sama manusia. Ini menjadi bagian penting dari hidup saya dan upaya saya untuk sembuh dari rasa sakit akibat kematian putra saya," tutur Rodriguez.

Rodriguez menyatakan bersimpati kepada keluarga korban teror 11 September, tapi menolak perang yang mengatasnamakan para korban, termasuk putranya, Greg.

Samudera maaf seorang ibu seperti Phillys Rodriguez, ternyata lebih luas dari lautan kekerasan atas nama apapun.