Jawanna Hardy adalah seorang veteran Angkatan Darat Amerika, seorang ibu dan seorang warga Ibu Kota Washington DC. Melesatnya angka kematian terkait senjata api di Amerika membuatnya pada 2018 memutuskan membentuk “Guns Down Friday,” suatu kelompok yang didedikasikan untuk mengurangi kekerasan senjata api.
“Jalan-jalan di DC lebih buruk dibanding medan perang, dan saya benar-benar hanya ingin membuat perubahan. Suatu hal yang sangat mengerikan ketika kita mengajar anak-anak untuk menjauhi orang tertentu, untuk melakukan hal ini dan itu untuk melindungi diri mereka. Tetapi apa yang dapat kita lakukan ketika terjadi penembakan massal?”
Setiap Jumat, Hardy mengemudikan kendaraannya ke pemukiman warga di Washington DC yang memiliki insiden terkait senjata api lebih tinggi. Ia bertemu dengan anak-anak dan keluarga mereka untuk menemukan cara-cara mengurangi kekerasan dan membantu warga pulih.
Kelompok itu menyediakan sumber daya dan program untuk membantu mereka yang terdampak pembunuhan remaja, bunuh diri dan masalah kesehatan mental. Hardy mengatakan kelompok itu juga bekerja sama dengan pihak berwenang di kota itu untuk melakukan banyak hal lain, seperti memasang lampu jalan di lokasi-lokasi yang lebih rawan.
“Di satu pemukiman yang kami datangi, kami mengetahui penembak datang dari balik semak-semak. Jadi kami bertanya pada anak-anak di sana, apa yang dapat Anda lakukan untuk mengakhiri kekerasan senjata api di komunitas ini? Mereka menjawab, kami dapat memangkas semak-semak sehingga dapat melihat apa yang sedang terjadi. Kami kami dan sejumlah anggota dewan ini datang ke sana untuk memangkas semak-semak itu," kata Hardy.
Makaya King-Brooks, yang berusia 13 tahun, adalah salah seorang sukarelawan yang ikut membantu. Ia juga pernah terkena tembakan.
“Saya masih sangat muda ketika terkena tembakan senjata api. Saya kini selalu menutup tirai jendela. Saya tidak pernah berdiri di dekat jendela kamar saya. Saya tidak suka kamar saya dibersihkan dengan alat penyedot debu karena suaranya terlalu keras. Saya jadi benar-benar paranoid," ujarnya.
BACA JUGA: Juri Dakwa Ibu dari Anak Usia 6 Tahun yang Menembak Guru di VirginiaBeberapa tahun lalu Rashaad Bates kehilangan teman baiknya karena kekerasan senjata api. Ia mengatakan bertemu dan bicara langsung dengan Hardy membantunya mengatasi isu yang sama.
“Saya merasa marah dan pada saat yang sama merasa kehilangan. Jika saya menjadi emosional, Ibu Hardy ada di sini dan membantu saya mengatasinya," kata Bates.
Para psikolog anak mengatakan membaca atau menonton berita tentan gkekerasan senjata api dapat menimbulkan dampak serius pada kesehatan anak dan menyebabkan perubahan suasana hati (mood-swings), gangguan tidur, kehilangan nafsu makan dan masalah konsentrasi. Namun mereka menekankan, seringkali keluarga dapat mencegah gejala ini agar tidak bergulir menjadi masalah psikologi yang lebih serius, seperti kecemasan dan depresi yang parah.
BACA JUGA: Kekerasan Bersenjata di AS Meningkat pada Tahun 2022“Orang tua yang bicara dengan anak-anak mereka tentang hal-hal yang terjadi, bisa sangat membantu mereka. Jika ada sedang menonton film di bioskop bersama keluarga, lalu terjadi penembakan. Ada kesempatan untuk melibatkan anak-anak dalam pembicaraan ini secara santai, bagaimana kalian melihat hal itu? Bagaimana mengatasinya?," tutur psikolog anak Daniel Marulllo.
Menurut Gun Violence Archive, hingga akhir pekan ini saja lebih dari 670 anak dan remaja tewas akibat kekerasan senjata api di Amerika. [em/jm]