Kemenlu Masih Cek Status Tersangka Teroris yang Diminta China

  • Fathiyah Wardah

Juru bicara kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir, dalam jumpa pers di kantornya, 28 Maret 2016 (Foto: VOA/Fathiyah)

Sekarang ini ada empat orang etnis minoritas Uighur yang dihukum enam tahun penjara di Indonesia karena bergabung dengan kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir kepada wartawan mengakui adanya permintaan dari kedutaan China di Indonesia untuk memulangkan seorang tersangka teroris yang diduga beretnis Uighur yang ditangkap kepolisian belum lama ini.

Hingga saat ini kata Arrmanatha, pihaknya masih mengecek kebenaran status kewarganegaraan tersangka teroris tersebut karena ketika ditangkap ia tidak memiliki dokumen yang lengkap.

"Yang satu itu yang baru tertangkap. Sekarang kita masih melihat dan menunggu apakah ini sudah terbukti dia merupakan warga negara China," ujarnya.

Sekarang ini ada empat orang etnis minoritas Uighur yang dihukum enam tahun penjara di Indonesia karena bergabung dengan kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah. Menurut Arrmanatha, mereka sangat sulit dipindahkan ke China karena telah diproses di pengadilan.

Anggota Tim Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto mengatakan, keberadaan warga negara asing yang bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso sangat tidak menguntungkan bagi upaya mengendalikan situasi.

Kondisi ini akan menambah solidaritas kelompok radikal di luar Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan semakin banyak anggota kelompok radikal dari luar Indonesia yang ingin masuk ke Indonesia dan berjuang membantu Santoso, ujarnya.

"Tentu ini akan melebarkan jaringan, dengan demikian maka ini akan berdampak kepada meluasnya cakupan wilayah perlawanan serta dukungan-dukungan lain," tambahnya.

Wawan menambahkan bahwa warga negara China etnis Uighur bergabung dengan kelompok Santoso karena kelompok tersebut dianggap memiliki jaringan cukup kuat di Asia Tenggara.

Jaringan di Indonesia atau jaringan Santoso termasuk kuat dibanding jaringan-jaringan lain di Asia Tenggara sehingga kelompok Uighur memanfaatkan jaringan di Indonesia untuk bersembunyi, berlatih, maupun sebagai tempat berjihad.

Menurut Wawan, selain warga negara Uighur, ada sejumlah warga negara lain seperti Turki yang sempat ingin masuk ke Indonesia dan bergabung dengan kelompok Santoso tetapi mereka berhasil teridentifikasi aparat keamanan Indonesia.

"Ini kan karena persamaan idiologi itu menjadi salah satu penyebab, setelah dia menyatakan berbaiat kepada ISIS pimpinan Al Bagdadi, ini tentu mereka akan mendapatkan bantuan-bantuan dari segi pembiayaan maupun tenaga," ujarnya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menyatakan, warga negara etnis Uighur masuk ke Indonesia melalui jalur imigrasi, layaknya turis yang berkunjung ke Indonesia.