Meskipun pihak berwenang Rusia hari Selasa (15/2) mengatakan mulai menarik sebagian pasukan yang sedang mengikuti latihan perang di perbatasannya dengan Ukraina, ketegangan masih terasa. Negara-negara Barat tetap menyiagakan pasukannya, demikian kendaraan lapis baja dan peralatan tempur, seiring menguatnya potensi invasi Rusia ke Ukraina.
Sejumlah negara telah meminta warga negara mereka keluar dari Ukraina, antara lain Amerika, Israel, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Belanda, dan Norwegia.
Namun diwawancarai VOA melalui telepon Selasa malam (15/2), Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh KBRI di Ibu Kota Kyiv, kondisi di Ukraina masih relatif kondusif. Warga setempat tambah Judha masih tetap tenang, tidak ada kepanikan membeli bahan pokok untuk persediaan jangka panjang atau pengambilan uang dalam jumlah besar secara massal.
Kementerian Luar Negeri, tambahnya, memantau himbauan beberapa kantor perwakilan diplomatik di Ukraina agar warga negara mereka yang tidak memiliki kepentingan mendesak untuk keluar dari negara itu, Tetapi ditegaskannya bahwa hingga hari ini tidak ada perwakilan asing yang secara aktif mengevakuasi warganya dari Ukraina.
Menurut Judha, sesuai catatan KBRI Kyiv saat ini terdapat 138 warga Indonesia di Ukraina, dari sebelumnya 148 orang, karena mereka telah kembali ke Indonesia setelah melakukan perjalanan singkat ke negara Eropa tersebut. Mayoritas tinggal di Kyiv dan Odessa.
"KBRI selalu menjalin komunikasi dengan warga kita dan bahkan kita sudah membangun grup WhatsApp. Kondisi mereka saat ini aman, sehat, dan juga tetap tenang. Imbauan yang kita lakukan saat ini adalah agar para WNI kita tetap waspada, tetap tenang, kemudian memantau informasi resmi dari otoritas setempat," kata Judha.
Jika ada beragam informasi yang beredar di kalangan masyarakat, Judha menyarankan kepada warga Indonesia di Ukraina untuk memverifikasi dengan informasi resmi yang dikeluarkan pemerintah setempat dan senantiasa menjalin komunikasi dengan KBRI Kyiv.
Judha menyarankan warga Indonesia yang berencana datang ke Ukraina dalam waktu dekat untuk menangguhkan rencana mereka.
Menurutnya dalam konteks rencana kontigensi KBRI Kyiv, Kementerian Luar Negeri juga berkoordinasi dengan KBRI di Ibu Kota Warsawa, Polandia dan KBRI di Ibu Kota Moskow, Rusia, untuk memutakhirkan rencana kontigensi. Saat ini KBRI Kyiv belum menetapkan status siaga terhadap keselamatan dan keamanan warga Indonesia di Ukraina, semua masih dianggap normal. Meskipun demikian Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kyiv selalu siap dengan segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Diwawancarai secara terpisah, pengamat hubungan internasional di Universitas Padjadjaran Bandung Teuku Rezasyah mengatakan memang sudah menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri untuk meyakinkan kepada publik bahwa semua warga negara Indonesia yang berada di Ukraina terlindungi, aman dan termonitor dengan baik.
Rezasyah menambahkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, sudah beberapa kali mengimbau kepada seluruh warga Indonesia untuk menghindari keramaian, menjaga protokol kesehatan dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang tidak perlu.
Dia menilai situasi keamanan di Ukraina masih kondusif karena yang sedang terjadi adalah perang urat syaraf antara Amerika dengan dunia. "Dunia sadar bahwa perang itu tidak akan terjadi karena nuklir itu akan memusnahkan peradaban manusia sekali dan selamanya. Jadi perang nuklir yang terbatas pun tidak dipikirkan oleh pihak Amerika Serikat, pihak Rusia, dan pihak Ukraina. Ini hanya ketegangan sementara," ujar Rezasyah.
Presiden Rusia Vladimir Putin, tambahnya, juga tidak mau nama baiknya tercemar karena dia berambisi mengembalikan pamor Rusia sebagai penerus Uni Sovyet. Ukraina juga sedianya tidak lagi mendesakkan keinginan untuk menjadi anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Rezasyah menilai isu rencana serbuan Rusia ke Ukraina dibesar-besarkan oleh media karena kalau pun Putin menggerakkan pasukannya ke perbatasannya dengan Ukraina, hal itu hanya untuk menekan Ukraina agar tidak main-main dengan Rusia.
BACA JUGA: AS Kurangi Staf Kedubes, Minta Warganya Keluar dari UkrainaRezasyah menekankan Presiden Amerika Joe Biden dan Putin sadar kalau sampai perang terjadi, risikonya sangat besar. Mereka tidak inginmenjadi pihak pertama yang menekan tombol nuklir tersebut. Menurutnya instalasi nuklir itu masih ada di Ukraina dan dirahasiakan. Jika terjadi sesuatu, bisa menyebabkan insiden kebocoran reaktor nuklir Chernobyl dan Fukushima model baru. Akibatnya, akan terjadi kerusakan alam sangat buruk dalam waktu lama dan menciptakan kota-kota mati yang akan berdampak pada Ukraina dan Rusia.
Rezasyah menegaskan Biden dan Putin tidak akan bermain-main dengan nuklir. Kedua pemimpin ini sadar kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh perwira di lapangan akan berdampak pada perang yang dahsyat. Oleh karena itu mereka sangat hati-hati sekali mengawasi prajurit dan komandan-komandan mereka di lapangan. [fw/em]