Kenangan dan Harapan Bagi Jokowi dalam Periode Kedua

  • Nurhadi Sucahyo

Jokowi bersama kawan-kawan satu angkatan dalam reuni 2017. (foto: Sugito)

Seluruh rakyat Indonesia menggantungkan harapan besar pada Jokowi dalam periode kepemimpinan kedua, termasuk beberapa orang terdekat Jokowi pada masa lalu, yaitu dosen dan kawan kuliahnya.

Robertus Sugito mengingat Jokowi sebagai mahasiswa kurus yang pendiam. Mereka berkenalan sejak masa awal kuliah. Keduanya akrab karena memiliki kesamaan hobi, yaitu pecinta alam. Sugito adalah Ketua Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Silvagama, Fakultas Kehutanan UGM tahun 1983. Jokowi masuk kuliah tahun 1980 dan menjadi anggota Mapala sejak 26 Maret 1981.

“Dia mendaftar resmi di Mapala, mengisi formulir pendaftaran sebagai anggota. Beliau merasa anak kehutanan kalau tidak jadi Mapala, kurang lengkap,” kata Sugito.

Kepada VOA, Sugito mengaku memiliki kecocokan dengan Jokowi. Mereka sering mengisi waktu luang bersama. Dalam satu cerita, dia pernah mengantarkan Jokowi berboncengan motor, datang ke rumah seorang perempuan di Solo. Ketika pulang, Sugito bertanya siapa perempuan itu dan Jokowi menyebutnya sebagai pacar. Perempuan itu adalah Iriana, yang kini menjadi istri Jokowi.

Jokowi (jongkok berkacamata), Robertus Sugito (berdiri paling kanan), anggota Silvagama dan bus Damri yang membawa mereka. (foto Istimewa via Sugito)

Selama kuliah, Jokowi cenderung pendiam tetapi mudah bergaul. Siapa saja yang menghampirinya akan disambut. Jokowi lebih banyak menjadi pendengar diantara kawan-kawan seangkatan. Sikap itu membuatnya mampu menjadi penyambung hubungan baik, misalnya antara anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

“Toleransinya tinggi sekali dengan teman-teman. Waktu panas-panasnya hubungan antara GMNI dan HMI, Pak Jokowi bisa ngemong yang hijau dan merah. Bisa ngemong semua. Bisa mencair kemana-mana. Beliau disukai banyak teman,” tambah Sugito.

Salah satu kegiatan yang diikuti Jokowi adalah pendakian ke Puncak Kerinci, Sumatera Barat tahun 1983. Anggota Silvagama terpaksa naik bus dari Jakarta ke Padang, karena tertinggal pesawat Hercules yang semestinya mereka tumpangi dari Halim Perdanakusuma. Pendakian ini diikuti 14 anggota termasuk Jokowi, ketua Silvagama Robertus Sugito dan pemimpin ekspedisi Damianus Jaka Santosa. Dinas Kehutanan Sumatera Barat membantu dana ekspedisi Rp 640 ribu dan perusahaan rokok Gudang Garam mengirim dana Rp 150 ribu.

Di tepi kawah Kerinci, Jokowi duduk ujung kiri. (foto ist via Sugito)

Setelah lulus, Jokowi bekerja di Aceh. Hubungan dengan kawan-kawan angkatan menjadi berjarak. Sugito mengaku, baru ketika Jokowi menjadi Walikota Solo, mereka berkumpul kembali dalam jumlah cukup besar. Setelah itu, acara kumpul-kumpul menjadi lebih sering. Terakhir Sugito dan kawan-kawan bertemu Jokowi dalam Dies UGM 2018, serta acara pernikahan keponakan Jokowi.

Di mata Sugito, Jokowi mampu membuat gebrakan besar dalam birokrasi dan pembangunan.

“Saya anggap Pak Jokowi sudah berhasil dalam membuat suatu landasan, harapan kami segera saja tinggal landas, walapun masih harus ada penyempurnaan di sana-sini. Saya yakin beliau bisa,” ujar Sugito.

BACA JUGA: Ragam Cara Masyarakat Rayakan Pelantikan Presiden dan Wapres 2019-2024

Diminta Perhatikan Sektor Kehutanan

Kawan kuliah lain yang juga satu angkatan, Saminuddin B Tou, mengingat Jokowi sebagai orang yang baik, tidak neko-neko, rajin belajar dan cenderung serius.

“Di periode pertama saya nilai beliau cukup berhasil. Banyak perubahan, walau belum tuntas. Tapi trennya sudah positif. Secara umum saya berharap di periode kedua ini potensi radikalisme akan dapat dikikis sampai pada tingkat minimal. Juga nasionalisme dan persatuan akan menguat. Dengan itulah Indonesia bisa menjadi kuat dan maju,” kata Saminuddin kepada VOA.

Saminuddin adalah mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh. Karena Jokowi adalah juga seorang rimbawan, secara khusus ada harapan Presiden akan lebih memperhatikan masalah kehutanan. Apalagi, Saminuddin menilai hutan Indonesia saat ini dalam kondisi sakit berat. Tren kerusakannya tidak memperlihatkan adanya perbaikan. Bahkan, beberapa dekade terakhir kementerian yang menangani kehutanan kehilangan orientasi dan tanpa hasil.

Saminuddin B Tou (kiri) dan Jokowi (kanan) saat Wisuda Universitas Gadjah Mada tahun 1985. (foto: Saminuddin)

Dia juga berharap pada kabinet mendatang, Jokowi menempatkan seorang menteri yang benar-benar mengerti persoalan kehutanan.

“Kelihatannya selama ini Presiden hanya dilapori hal-hal yang baik saja. Makanya dia tidak pernah bicara secara spesifik tentang kehutanan. Padahal banyak orang prihatin dan menunggu dia bicara tegas tentang masa depan kehutanan. Kalau masih seperti dulu, maka tidak akan ada perbaikan, hutan akan menuju kehancuran total,” imbuh Saminuddin.

Andriana juga teman seangkatan Jokowi. Perempuan yang akrab disapa Ana ini mengaku sering diajak mengadakan pertemuan sejak Jokowi belum menjadi pejabat publik.

“Saya ingat dulu waktu masih bekerja di PT Kertas Kraft Aceh, ia pernah meminta saya untuk mengumpulkan kawan-kawan seangkatan. Katanya mau bernostalgia begitu. Terakhir, kami diundang ke istana beberapa waktu yang lalu,” papar Ana yang kini menjadi dosen Fakultas Kehutanan UGM.

Jokowi (nomor 7) berhenti karena bis menyerempet kendaraan lain di daerah Solok, Sumatera Barat. (Foto: Ist via Sugito)

Sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, menurut Ana, mereka biasa berkumpul di hutan untuk kuliah lapangan. Kegiatan itu membentuk kebersamaan mereka. Kebiasaan masuk hutan terbawa hingga sekarang, ketika Jokowi suka blusukan.

“Saya ucapkan selamat atas terpilih lagi untuk yang kedua kalinya. Rakyat memilih beliau karena melihat fakta selama masa jabatan sebelumnya,” kata Ana.

Banyak Tantangan di Depan

Kasmudjo adalah salah satu dosen di UGM yang sangat dekat dengan Jokowi. Dia dulu adalah dosen pembimbing Jokowi semasa menyelesaikan kuliah.

Di mata Kasmudjo, Jokowi adalah pribadi yang disiplin, tertib dan cenderung menginginkan kepastian. Sikap itu terbawa dalam warna kepemimpinannya saat ini. Tidak mengherankan menurut Kasmudjo, Jokowi berani tegas terhadap anak buahnya yang tidak memiliki sikap itu.

“Saya ketemu waktu Dies UGM, tahun kemarin, dan waktu mantu anaknya. Saya diundang ke Solo. Waktu Dies UGM itu, saya dipanggil ke depan dan duduk bersebelahan dengan beliau. Tetapi, ya bicara seperlunya karena sama Presiden, walaupun dulu murid saya, ya saya harus tahu diri,” kata Kasmudjo.

Semasa kuliah, Kasmudjo ingat Jokowi sering pulang-pergi Yogya-Solo karena harus membantu usaha mebel keluarganya. Setelah lulus, pertemuan mereka baru terjadi lagi setelah Jokowi menjadi Walikota Solo. Kasmudjo mencatat, mereka bertemu dua kali ketika Jokowi menjadi walikota, dua kali semasa menjabat Gubernur DKI, dan tiga kali sewaktu mahasiswa bimbingannya itu memanggul kepercayaan sebagai Presiden. Kasmudjo mengaku bangga, meski tidak menduga mahasiswanya itu bisa seperti sekarang ini.

Your browser doesn’t support HTML5

Kenangan dan Harapan Bagi Jokowi dalam Periode Kedua


“Saya menyampaikan selamat, menjadi presiden yang di periode kedua. Saya berharap apa yang dilakukan lebih baik. Mengapa saya mengatakan demikian, karena jelas kita akan mengalami hal-hal yang lebih kompleks dibanding dulu. Oleh karen itu, harus lebih teliti dan lebih bersungguh-sungguh bersama wakilnya, semua menteri dan siapapun yang bisa membantu beliau ke depan supaya sukses,” ujar Kasmudjo. (ns/ka)