Donald Trump mengawali kampanye pemilihan presiden (pilpres) yang dengan penuh gejolak. Dia sudah didakwa dalam kasus pemberian uang suap untuk seorang bintang film porno dan dinyatakan bertanggung jawab atas gugatan kekerasan seksual. Namun, pamor mantan presiden Amerika Serikat (AS) itu tak pupus di kalangan kaum Kristen konservatif Amerika.
Presiden AS ke-45 itu, yang sekarang mengincar jabatan Presiden AS ke-47, tersandung skandal hukum dan etik selama bertahun-tahun. Mulai dari tuduhan bahwa dia menyalahgunakan kewenangannya dan mencoba untuk meruntuhkan pemilu yang bebas dan adil, hingga dugaan perselingkuhan.
Namun, politisi Partai Republik berusia 77 tahun itu masih tetap popular di mata kelompok Kristen konservatif. Daya Tarik Trump terlihat nyata dalam “Road to Majority”, acara pertemuan yang dihadiri oleh 3.000 jemaah dari Koalisi Keyakinan dan Kebebasan (Faith and Freedom Coalition) di Washington.
BACA JUGA: Trump Berhasil Galang Dana Kampanye $7 Juta sejak Hadapi Dakwaan Federal“Bersama-sama kita adalah pejuang dalam perang salib yang benar untuk menghentikan para pembakar, ateis, globalis, dan Marxis,” kata Trump dalam pidato menutup acara. Pidato Trump, yang kerap bermuatan apokaliptik, disambut dengan tepuk tangan meriah.
“Itu lah mereka. Dan kita akan memulihkan Republik kita sebagai satu bangsa di bawah Tuhan.”
Ketika Trump mengumumkan rencana untuk maju di pilpres 2015, butuh waktu untuk meyakinkan kelompok konservatif untuk mendukungnya. Namun, begitu mereka berhasil diyakinkan, dukungan mereka tidak setengah-setengah.
Menurut statistik, para pendukung Partai Republik kulit putih yang bukan dari kalangan keturunan Hispanik dan rutin beribadah di gereja, memberi dukungan untuk Trump sebanyak 80 persen pada 2016 dan 76 persen pada 2020. Data statistik itu mencengangkan bagi mereka yang mempertanyakan ketaatan beragama mantan bintang acara reality show televisi.
“Ini lah perbedaan antara seorang wakil dan seorang pemimpin,” kata Suzzanne Monk, aktivis politik konservatif, kepada kantor berita AFP. Perempuan berusia 50 tahun itu berusaha menjelaskan popularitas Trump yang tak lekang oleh waktu.
“Kebanyakan politisi yang sudah kami amati selama beberapa dekade adalah hanya perwakilan …dan mereka hanya melakukan sesuai standar minimum agar bisa dipilih kembali. Donald J. Trump memperhatikan keadaan dan kemudian mencoba memperbaikinya,” jelas Suzzanne.
BACA JUGA: Pelaku Serangan Gedung Capitol yang Menyetrum Polisi Dengan Pistol Kejut Dihukum Lebih Dari 12 Tahun Penjara
Kultus Individu?
Konferensi pada Sabtu (25/6) itu digelar tepat satu tahun peringatan penghapusan hak aborsi oleh Mahkamah Agung AS. Trump sendiri sudah menyuarakan kegelisahan tentang beberapa pembatasan yang lebih ketat yang didorong di negara-negara konservatif.
Trump juga memicu kemarahan sejumlah pemimpin kelompok Kristen konservatif ketika dia menyalahkan pembatasan keras aborsi sebagai biang atas kinerja buruk Partai Republik pada pemilu sela 2022. Selain itu, dia juga menolak mendukung pelarangan aborsi secara nasional dalam kampanye pilpres 2024.
Meski sudah bercerai dua kali dan didakwa menyuap aktris porno untuk menutupi dugaan hubungan seksual, Trump tetap menjadi bintang konferensi tersebut.
“Saya memandang hal ini sebagai lambang keberanian yang luar biasa. Saya didakwa untuk Anda dan saya percaya ‘Anda’ adalah lebih dari 200 juta rakyat yang mencintai negara kita,” kata Trump
Pendiri Koalisi Keyakinan dan Kemerdekaan, Ralph Reed, dalam pidato pembukaannya membantah adanya “kultus individu” terhadap Trump di kalangan Kristen konservatif.
Kandidat Satu-satunya
Ada dua teori yang akan mendukung potensi Trump menduduki masa jabatan kedua. Pertama, dia memperjuangkan para pendukungnya dibanding politisi mana pun. Kedua, Trump merealisasikan lebih banyak prioritas-prioritas kebijakannya dibanding presiden-presiden modern lainnya. Mulai dari melindungi kebebasan beragama dan memilih tiga hakim Mahkamah Agung yang menghapuskan hak aborsi.
Aktivis politik, Monk, menunjuk sederet prestasi Trump, antara lain, bahwa Trump adalah presiden menjabat yang pertama yang menghadiri pawai tahunan antiaborsi, March for Life , di Washington pada 2020. Dia juga mengadvokasi pilihan orang tua dalam Pendidikan.
BACA JUGA: Fraksi Republik di DPR AS Panggil Penyelidik Khusus Era Trump“Ini bukan soal ‘Apakah kita cocok? Apakah kita orang dari kalangan yang sama?’. Ini tentang ‘Apakah Anda akan memasukkan nilai-nilai saya ke dalam kebijakan,” katanya. “Dan ini lah yang membuat orang-orang ini jatuh cinta kepada Trump.”
Enzo Alcindor, yang mengelola kantor real estat di Florida selatan, mengatakan dia dua kali memilih Gubernur Florida Ron DeSantis, yang juga pesaing utama Trump dalam bursa bakal capres Partai Republik. Namun, dia akan mendukung habis-habisan Trump pada 2024.
“(Kandidat) lainnya tidak punya nyali untuk mewakili kami, untuk memperjuangkan kami, untuk membela kami terhadap kekuasaan,” kata Alcindor, pria berusia 50 tahunan yang datang ke AS dari Haiti pada 1986.
“Jadi hanya ada satu kandidat bagi saya. Presiden Donald Trump.” [ft/ah]