Kepala Kebijakan Luar Negeri UE: ‘Situasi Kemanusiaan’ di Gaza Capai Kondisi Terburuk

Warga Palestina memeriksa puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 26 Oktober 2023. (Foto: AP)

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Senin (22/1) mengatakan bahwa cara Israel melancarkan perangnya melawan Hamas di Jalur Gaza “menyebar kebencian selama beberapa generasi:”

Borrell berbicara menjelang pembicaraan terpisah yang diadakan para menteri Uni Eropa pada Senin dengan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, dan menteri luar negeri Otoritas Palestina, Riyad al-Maliki.

“Kami memikirkan apa itu Hamas, apa yang telah dilakukan Hamas, dan tentu saja kami menolak dan mengutuknya,” kata Borrell kepada wartawan. “Tetapi perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara-cara militer, dan tidak dengan cara menggunakan militer seperti ini.”

Borrell termasuk di antara para pejabat Barat yang telah mengkritik tingginya jumlah korban warga sipil di Gaza. Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikelola Hamas mengatakan sedikitnya 25.295 orang Palestina telah tewas, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Kementerian tersebut tidak merinci jumlah warga sipil dan anggota Hamas yang tewas.

Sebuah kamp tenda yang menampung warga Palestina yang terlantar, ketika asap mengepul di kejauhan akibat operasi darat Israel di Khan Younis, 22 Januari 2024. (Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa)

“Situasi kemanusiaan sudah mencapai yang terburuk,” kata Borrell. “Tidak ada kata-kata untuk menjelaskan seperti apa situasinya, dengan ratusan ribu orang tidak memiliki apa pun, tanpa tempat berlindung, tanpa makanan, tanpa obat-obatan dan di bawah serangan bom. Dan setiap hari, banyak sekali warga sipil yang tewas.”

Israel menyalahkan Hamas karena membahayakan warga sipil, dengan mengatakan kelompok militan itu sengaja beroperasi di area-area permukiman dan di jaringan terowongan di bawahnya.

Pertempuran di Gaza berlanjut pada Senin. Serangan udara Israel menargetkan militan Hamas di bagian utara, tengah dan selatan kawasan itu.

Serangan udara dan pertempuran sengit dilaporkan terjadi di Khan Younis, kota di bagian selatan yang merupakan kota terbesar kedua di Jalur Gaza.

BACA JUGA: Bulan Sabit Merah Palestina: Drone Israel Serang Rumah Sakit di Gaza Selatan

Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan ambulans-ambulans tak dapat menjangkau korban luka di Khan Younis karena tentara Israel mengepung pusat ambulans kelompok itu.

Israel bertekad menghancurkan Hamas, yang berkuasa di Gaza, setelah kelompok militan itu mengirim sejumlah anggotanya memasuki Israel pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang, kebanyakan warga sipil, menurut penghitungan Israel. Hamas, yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara lain, juga menyandera sekitar 240 orang.

Sekelompok kerabat sandera mengganggu sidang sebuah komisi di parlemen Israel pada hari Senin. Mereka menuntut para legislator agar berbuat lebih banyak untuk membebaskan mereka yang masih disandera. Demonstrasi itu merupakan yang terbaru dari serangkaian aksi serupa dalam beberapa hari ini, termasuk protes hari Minggu di dekat kediaman PM Benjamin Netanyahu di Yerusalem.

PM Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (21/1) menolak proposal Hamas untuk mengakhiri perang.

“Sebagai imbalan atas pembebasan warga kami yang disandera,” kata pemimpin Israel itu dalam sebuah pernyataan, “Hamas menuntut diakhirinya perang, penarikan pasukan kami dari Gaza, pembebasan semua pembunuh dan pemerkosa. Dan membiarkan Hamas tetap utuh.”

Para pelayat berdoa di samping mayat termasuk empat warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel terhadap mobil, di Rafah di Jalur Gaza selatan, 21 Januari 2024. (Foto: REUTERS)

“Saya menolak langsung ketentuan untuk menyerah pada monster Hamas,” kata Netanyahu.

Hamas pada hari Minggu membela serangan terornya terhadap Israel tetapi mengaku “bersalah” dan meminta diakhirinya “agresi Israel” di Gaza. Dalam laporan terbuka pertamanya mengenai serangan yang menyulut perang, kelompok militan ini mengatakan hal tersebut merupakan “langkah yang diperlukan” dalam menghadapi pendudukan Israel di wilayah-wilayah Palestina, dan merupakan cara menjamin pembebasan warga Palestina yang ditahan. [uh/ab]