Pihak kepolisian sedang melakukan penyelidikan awal untuk menentukan apakah langkah sejumlah pejabat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam kasus obat batuk sirop dapat dianggap sebagai tindakan pidana. Penyelidikan tersebut dilakukan saat aparat memperluas lingkup pemeriksaan terhadap sirup batuk tercemar yang mengakibatkan lebih dari 200 anak tewas karena gagal ginjal setelah mengonsumsi obat tersebut, kata dua inspektur utama kepada Reuters.
Pengawasan itu adalah eskalasi terbaru sejalan desakan sejumlah negara yang meminta pertanggungjawaban kasus sirup yang terkontaminasi yang terkait dengan kematian puluhan anak lagi di Gambia dan Uzbekistan pada tahun lalu. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sedang bekerja dengan negara-negara terkait untuk menyelidiki rantai pasokan farmasi global untuk sirup tersebut.
Akhir tahun lalu polisi menangkap dan mendakwa delapan orang di perusahaan yang mengimpor dan mendistribusikan bahan mentah ke produsen obat. Mereka menemukan bahwa obat batuk sirop mereka mengandung bahan kimia kelas industri beracun dan bukan bahan yang seharusnya digunakan.
Rak-rak yang digunakan untuk menyimpan produk batuk dan pilek bayi yang tidak diresepkan terlihat kosong di toko obat Washington, 11 Oktober 2007, sebagai ilustrasi. (Foto: REUTERS/Kevin Lamarque)
Andika Urrasyidin, kepala penyidik atas kasus tersebut, mengatakan kepada Reuters polisi telah memanggil "banyak" pejabat BPOM untuk diinterogasi, dan penyelidikan masih berlangsung.
"Kami masih menyelidikinya. Tapi ... jika ada tindakan, ya harus ada tanggung jawab," katanya, menolak mengatakan apa, jika ada, tuduhan yang bisa diajukan.
Tidak ada seorang pun di BPOM yang dituduh melakukan kesalahan. Polisi pada akhirnya dapat mengajukan tuntutan pidana atau menutup penyelidikan tanpa mengambil tindakan.
Pejabat BPOM tidak menanggapi permintaan komentar.
Hersadwi Rusdiyono, Direktur Unit Deteksi Kejahatan Polri, mengatakan pejabat BPOM dihadirkan sebagai saksi. Namun, penyidik tengah memeriksa apakah ada kesalahan yang dilakukan oleh mereka.
BACA JUGA: WHO Selidiki Kaitan Sirop Obat Batuk dengan Kematian Ratusan Anak akibat Gagal Ginjal
"Kami tanya mereka sesuai fungsinya sebagai regulator, apakah sudah melakukan pengawasan dan seperti apa pengawasannya," ujarnya kepada Reuters. "Mereka hanya diperiksa sebagai saksi, kami sedang koordinasi dengan kejaksaan."
Hersadwi mengatakan, pendalaman kasus sejauh ini difokuskan pada staf di bawahnya, belum menyentuh Kepala BPOM Penny Lukito. Penny tidak menanggapi permintaan komentar.
BPOM mengatakan lonjakan kasus gagal ginjal akut terjadi karena beberapa pihak "memanfaatkan celah dalam sistem jaminan keamanan" dan perusahaan farmasi tidak cukup memeriksa bahan baku yang mereka gunakan.
BACA JUGA: Sidang Gugatan Class Action Gagal Ginjal Akut Dimulai
Pada Januari, Pipit Rismanto, seorang pejabat polisi senior, mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang menemukan satu perusahaan yang menjual racun "tingkat industri" atau propilen glikol tingkat farmasi, bahan dasar utama obat sirup.
Racun tersebut etilen glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG), dapat digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab sebagai pengganti propilen glikol karena harganya bisa kurang dari setengah harga, beberapa pakar farmasi mengatakan kepada Reuters.
Polisi telah menjerat empat perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut, yaitu produsen obat Afi Farma yang diduga menjual sirup oplosan, CV Samudera Chemical yang menurut polisi menyuplai bahan kimia tersebut, serta dua distributor Tirta Buana Kemindo dan Anugrah Perdana Gemilang. [ah/rs]