Pesisir Jawa Tengah bagian utara menjadi bukti nyata dampak perubahan iklim yang tidak terelakkan. Di provinsi tersebut, pemukiman terus tenggelam, sementara di sisi lain pemerintah dinilai belum mengambil tindakan cukup untuk menghentikan laju penurunan tanah. Industrialisasi di Jawa Tengah, berperan besar menciptakan kondisi ini.
Di tengah penyelenggaraan Conference of Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia, 30 Oktober-12 November 2021, aktivis Walhi Jawa Tengah, seniman, mahasiswa dan warga menggelar aksi unik. Mereka bersama-sama menenggelamkan 10 patung di bekas bangunan yang telah karam di kawasan Tambakrejo, Semarang.
Tambakrejo adalah gambaran bagaimana perubahan iklim merusak lingkungan. Lokasi itu adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan rumah warga di sekitarnya, yang kini terbengkalai. Permukaan air di kawasan itu meninggi dari tahun ke tahun dan merubah lansekap daratan kawasan tersebut menjadi bagian dari laut
Sepuluh patung itu berdandan layaknya para pejabat. Poster dan banner disertakan dengan berbagai pesan seperti Jokowi Lead or We Drown, Climate Justice Now, Climate Strike Now, Semarang darurat iklim dan lainnya.
“Kampanye ini bermaksud, agar pertemuan COP26 bukan hanya pertemuan elite global saja. Tetapi bagaimana mereka membahas komitmen negara-negara dalam menanggulangi krisis iklim, termasuk Indonesia,” kata Fahmi Bastian, direktur Walhi Jawa Tengah usai aksi 4 November 2021.
“Warga berharap, ke depan pemerintah memberikan perhatian lebih kepada masyarakat di kawasan pesisir yang terancam tenggelam dan hilang,” imbuh Dhani Rujito yang mewakili warga setempat.
Menimbang Industri dan Lingkungan
Ekonomi Jawa Tengah, 34,5 persennya ditopang oleh industri. Padahal sektor ini adalah penyumbang emisi karbon. Salah satunya dari pembangkit listrik, yang memang harus tersedia untuk mendukung operasional industri itu sendiri. Padahal emisi karbon salah satu adalah penyebab perubahan iklim, yang dampaknya dirasakan warga pesisir Semarang itu.
Pemerintah Jawa Tengah tentu menyadari kondisi itu, tetapi sekaligus mengakui bahwa posisinya dilematis. Ninik Damiyati, dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jawa Tengah menyebut sektor energi memang menopang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi itu.
“Kita akui atau tidak, kalau belajar ilmu ekonomi, semakin maju suatu negara atau bangsa, itu pasti PDRB-nya pemicunya akan ke sektor industri dan jasa. Negara-negaja maju, akan ke pengolahan, bukan produksi hulu. Bukan pertanian, tetapi industri pertanian,” kata Ninik, dalam diskusi publik merespon COP26, yang diselenggarakan Walhi Jawa Tengah, Sabtu (6/11).
Namun, lanjut Ninik, pemerintah juga telah memitigasi, agar kemajuan industri harus ramah lingkungan dan berkeadilan. Banyak perangkat disediakan pemerintah, antara lain melalui berbagai kebijakan dan upaya pengendalian
“Misalnya, kita punya kebijakan, industri harus memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam ijin lingkungan. Itu hal yang prinsip,” tambahnya.
Sektor pertanian dan kehutanan, juga menerima perhatian lebih. Misalnya melalui penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, di mana sebuah kawasan tidak dimungkinkan ada konversi lahan untuk alasan ketahanan pangan. Di sektor kehutanan, pemerintah memiliki program kehutanan sosial dan perlindungan kawasan hutan agar tidak dialihfungsikan.
BACA JUGA: Banjir Bandang di Kota Batu, Dampak Kerusakan Hutan dan Hilangnya Kawasan Resapan“Artinya, secara ekonomi kita tumbuh, tetapi juga harus mengendalikannya supaya ramah lingkungan,” kata Ninik terkait komitmen pemerintah daerah.
Sektor pembangkit listrik yang dinilai menyumbang emisi tinggi, juga dipikirkan. Sejumlah upaya yang dilakukan Jawa Tengah misalnya menjadikan sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Bahkan, produk listrik pembangkit listrik ada yang dapat dijual kepada PLN.
Ninik mengakui, tantangan seluruh pihak adalah mencari solusi, karena baik industrialisasi maupun pelestarian lingkungan harus berjalan beriringan.
“Laju pembangunan harus diikuti dengan upaya agar tidak menimbulkan dampak yang severe, yang membuat masyarakat menderita,” ujarnya.
Beralih ke Industri Bersih
Dwi Sawung, Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa kritik bukan bermakna mereka kontra industri. Masukan yang diberikan, katanya, harus lebih dimaknai agar pemerintah beralih ke industri yang lebih bersih.
“Cuma memang jalannya masih sangat jauh sekali di Indonesia. Karena kita kebanyakan menampung industri yang sudah ditolak sebenarnya di negara asalnya, ataupun dari negara dunia ketiga lain, yang kemudian dibuang ke Indonesia proses produksinya,” kata Sawung dalam diskusi yang sama.
Salah satu fokus kritik terhadap kebijakan pemerintah adalah karena industri yang masuk ke Indonesia, emisinya dan jejak karbonnya sangat tinggi.
“Sebenarnya, saran kami, kalau mau membangun industri, ya industri yang sudah rendah karbon. Jangan lagi membangun industri yang emisi karbonnya tinggi. Karena nanti pasti akan ada transisi juga. Jadi dua kali kerja,” tambahnya.
Sawung juga mengingatkan, industri di Jawa Tengah memiliki pangsa pasar ekspor. Sejumlah negara, terutama negara maju, sudah dan akan menerapkan standar industri produsen barang yang dikirim ke mereka, harus memiliki emisi rendah.
“Bahkan, ada beberapa negara yang mensyaratkan produk itu, sumber energinya dari sumber energi terbarukan. Ini akan sangat sulit kita penuhi,” kata Sawung lagi.
Walaupun sekarang sebenarnya PLN sedang berusaha memberikan sertfikat bahwa ini sumber energinya berasal dari energi terbarukan. Dengan sertifikat tersebut, industri bisa melakukan ekspor ke negara-negara tertentu yang mensyaratan penggunaan sumber energi terbarukan.
Genjot Investasi Industri
Jawa Tengah sendiri saat ini sedang giat menggenjot sektor industri mereka, melalui berbagai peluang investasi yang ditawaran. Pekan ini akan berlangsung Central Java Investment Business Forum (CJIBF) 2021, yang menawarkan lebih dari 60 peluang investasi di sektor pariwisata, perikanan, pertanian, perkebunan, infrastruktur, manufaktur dan energi.
Dalam keterangan resminya, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, Ratna Kawuri, mengatakan ajang secara hybrid ini didukung penuh Kementerian Investasi/BKPM dan sejumlah lembaga lain.
"Tahun ini temanya Rebuilding Agri-industries for Economic Acceleration. Sektor pertanian dalam arti luas di Jawa Tengah, memberikan kontribusi positif terhadap upaya pemulihan ekonomi, dan peluang investasi di sektor ini masih sangat terbuka,” kata Ratna di Semarang, Sabtu (6/11).
BACA JUGA: Daya Rusak Batu Bara: Dari Tambang Hingga Cerobong PembakaranSelain itu investasi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kota Semarang, pengembangan aqua edu culture park, Panjang Island, Kabupaten Jepara, serta pengembangan Agro Edupark Tlogowening. Ada juga proyek sentra industri perikanan Kabupaten Pati, Jurug Theme Park And Zoo Surakarta, dan pengembangan industri kelapa terpadu di Kabupaten Cilacap.
Your browser doesn’t support HTML5
Ketersediaan kawasan industri juga ditawarkan seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Kawasan Industri Wijayakusuma, Aviarna Industrial Estate, Jateng Land Industrial Park Sayung dan Kawasan Industri Segajung.
Upaya menggenjot investasi di sektor industri ini tentu, seperti diingatkan Walhi, membawa resiko pada lingkungan. Jawa Tengah, dan seluruh daerah lain harus berhati-hati, menemukan keseimbangan untuk kemajuan ekonomi dan upaya kelestarian alam. [ns/ah]