Keterbatasan infrastruktur yang memadai menghambat Indonesia dalam mengoptimalkan pengembangan penggunaan LPG.
Dalam pidato pembukaan Forum ke-25 Liquiefied Petroleum Gas (LPG) Dunia di Nusa Dua, Bali, Rabu (12/9), Wakil Presiden Boediono mengatakan bahwa keterbatasan infrastruktur adalah salah satu kendala dalam pengembangan LPG atau elpiji di Indonesia.
Menurut Boediono, dalam mengatasi keterbatasan infrastruktur, pemerintah telah mempunyai rencana yang jelas dan pengoperasian yang baik untuk membangun pipa gas yang secara penuh akan menghubungkan Sumatera dan Jawa.
Pembangunan saluran pipa gas tersebut telah dilakukan dan diharapkan selesai pada 2014 mendatang, ujarnya. Pemerintah juga telah menyelesaikan terminal penerimaan gas di Jakarta yang sudah mulai beroperasi dan melayani baik untuk tenaga listrik dan manufaktur. Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan penyesuaian harga gas domestik sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan bahan bakar gas.
“Kita telah memulai sebuah langkah perlahan untuk tingkatan yang akan menyeimbangkan pengaruh bagi orang untuk tertarik menggunakan gas dan insentif untuk memproduksinya,” ujar Boediono.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Fahmi Harsandono menyebutkan potensi energi gas di Indonesia sebenarnya cukup besar, tetapi keterbatasan infrastruktur menyebabkan belum termanfaatkan secara maksimal.
“Potensinya besar, untuk 50 tahun ke depan masih bisa, tetapi sifatnya itu sporadis, ada di beberapa titik di kepulauan. Ada di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, sehingga untuk membangun infrastrukturnya tidak terlalu mudah,” ujar Fahmi.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menyatakan melalui program konversi minyak tanah ke LPG yang diterapkan pemerintah mulai tahun 2007, Pertamina telah mendistribusikan sekitar 57,9 juta paket LPG 3 kilogram. Pada kenyataanya program konversi tersebut tidak hanya mengurangi penggunaan minyak tanah, tetapi juga mengurangi emisi CO2.
“Studi yang dilakukan Greenwork Asia 2008 menunjukkan bahwa konversi minyak tanah ke gas telah berhasil mengurangi emisi CO2 mencapai 7,67 Kg dari setiap penggunaan LPG 3 kilogram. Jumlah tabung yang disebarluaskan angkanya sangat luar biasa, sama dengan menghemat 46,6 juta pohon,” ujar Karen.
Ia menambahkan Forum ke-25 LPG Dunia menjadi salah satu isu penting dalam bisnis migas saat ini, karena masyarakat dunia tengah mencoba mengembangkan energi alternatif guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Menurut Boediono, dalam mengatasi keterbatasan infrastruktur, pemerintah telah mempunyai rencana yang jelas dan pengoperasian yang baik untuk membangun pipa gas yang secara penuh akan menghubungkan Sumatera dan Jawa.
Pembangunan saluran pipa gas tersebut telah dilakukan dan diharapkan selesai pada 2014 mendatang, ujarnya. Pemerintah juga telah menyelesaikan terminal penerimaan gas di Jakarta yang sudah mulai beroperasi dan melayani baik untuk tenaga listrik dan manufaktur. Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan penyesuaian harga gas domestik sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan bahan bakar gas.
“Kita telah memulai sebuah langkah perlahan untuk tingkatan yang akan menyeimbangkan pengaruh bagi orang untuk tertarik menggunakan gas dan insentif untuk memproduksinya,” ujar Boediono.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Fahmi Harsandono menyebutkan potensi energi gas di Indonesia sebenarnya cukup besar, tetapi keterbatasan infrastruktur menyebabkan belum termanfaatkan secara maksimal.
“Potensinya besar, untuk 50 tahun ke depan masih bisa, tetapi sifatnya itu sporadis, ada di beberapa titik di kepulauan. Ada di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, sehingga untuk membangun infrastrukturnya tidak terlalu mudah,” ujar Fahmi.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menyatakan melalui program konversi minyak tanah ke LPG yang diterapkan pemerintah mulai tahun 2007, Pertamina telah mendistribusikan sekitar 57,9 juta paket LPG 3 kilogram. Pada kenyataanya program konversi tersebut tidak hanya mengurangi penggunaan minyak tanah, tetapi juga mengurangi emisi CO2.
“Studi yang dilakukan Greenwork Asia 2008 menunjukkan bahwa konversi minyak tanah ke gas telah berhasil mengurangi emisi CO2 mencapai 7,67 Kg dari setiap penggunaan LPG 3 kilogram. Jumlah tabung yang disebarluaskan angkanya sangat luar biasa, sama dengan menghemat 46,6 juta pohon,” ujar Karen.
Ia menambahkan Forum ke-25 LPG Dunia menjadi salah satu isu penting dalam bisnis migas saat ini, karena masyarakat dunia tengah mencoba mengembangkan energi alternatif guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil.